A. Latar Belakang
Penelitian Tindakan Kelas (Part II)Belakangan ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas keberhasilan tertentu dapat tercapai.
Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.
B. Mengapa Penelitian Tindakan Kelas Penting ?
Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesional seorang guru :
1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.
6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
C. Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Jenis penelitian ini dapat dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi, manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi ( dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Harjodipuro, 1997).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.
D. Jenis dan Model PTK
Sebagai paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain, misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1) didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Menurut Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2) kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6) internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK tersebut.
1. Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2. Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
3. Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
4. Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.
5. Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan sebagainya.
6. Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
E. Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Ada empat jenis PTK, yaitu: (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK eksperimental (Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut.
1. PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
2. PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
3. PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
4. PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
F. Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3) Model John Elliot, dan (4) Model Dave Ebbutt.
1. Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi : (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating) (Ernest, 1996).
2. Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.
SIKLUS PELAKSANAAN PTK
siklus-ptk.jpg
Gambar 4: Riset Aksi Model John Elliot
G. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait dan berkesinambungan: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK, yang meliputi:
* Identifikasi masalah
* Analisis masalah
* Rumusan masalah
* Rumusan hipotesis tindakan
Tahapan Pra PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna menuntut pelaksanaan tahapan PTK adalah sebagai berikut ini.
1. Apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran?
2. Mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya?
3. Apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi keprihatinan tersebut?
4. Bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi?
5. Bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
Jadi, tahapan pra PTK ini sesungguhnya suatu reflektif dari guru terhadap masalah yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual pada salah seorang murid saja, namun lebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal, misalnya kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal, dan lain-lain.
Berangkat dari hasil pelaksanaan tahapan Pra PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat.
1. Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
2. Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.
3. Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya :( a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya : (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris
4. Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Demikianlah, secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti sebuah spiral.
Kapan siklus-siklus tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si peneliti sendiri. Kalau dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan PTK yang dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus tersebut. Selanjutnya, dia akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan kemudian diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah tersebut.
Purdiyanto, 30 Agt 2010
Minggu, 29 Agustus 2010
Penelitian Tindakan Kelas
A. PENGERTIAN
Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.
PTK1
Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimliki peneliti.
Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research
Penelitian Formal Classroom Action Research
Dilakukan oleh orang lain Dilakukan oleh guru/dosen
Sampel harus representatif Kerepresentatifan sampel tidak diperhatikan
Instrumen harus valid dan reliabel Instrumen yang valid dan reliabel tidak diperhatikan
Menuntut penggunaan analisis statistik Tidak diperlukan analisis statistik yang rumit
Mempersyaratkan hipotesis Tidak selalu menggunakan hipotesis
Mengembangkan teori Memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung
B. MODEL – MODEL ACTION RESEARCH
Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus.
Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama
C. MASALAH CAR
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan masalah CAR.
1. Banyaknya Masalah yang Dihadapi Guru
Setiap hari guru mengahadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada putus-putusnya. Oleh karena itu guru yang tidak dapat menemukan masalah untuk CAR sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau ngobrollah dengan teman sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu masalah yang telah merepotkan Anda selama ini.
2. Tiga Kelompok Masalah Pembelajaran
Masalah pembelajaran dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a) pengorganisasian materi pelajaran, (b) penyampaian materi pelajaran, dan (c) pengelolaan kelas. Jika Anda berfikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi sejarah dan geografi secara bersama-sama akan lebih bermakna bagi siswa daripada pembahasan secara sendiri-sendiri, Anda sedang berhadapan dengan masalah pengorganisasian materi. Jika Anda suka dengan masalah metode dan media, sebenarnya Anda sedang berhadapan dengan masalah penyampaian materi. Apabila Anda menginginkan kerja kelompok antar siswa berjalan dengan lebih efektif, Anda berhadapan dengan masalah pengelolaan kelas. Jangan terikat pada satu kategori saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang lebih penting.
3. Masalah yang Berada di Bawah Kendali Guru
Jika Anda yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar membaca kembali materi pelajaran dan mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu melakukan CAR untuk meningkatkan kebiasaan belajar siswa di rumah. Dengan dibelikan buku masalah itu akan terpecahkan, dan itu di luar kemampuan Anda. Dengan perkataan lain yakinkan bahwa masalah yang akan Anda pecahkan cukup layak (feasible), berada di dalam wilayah pembelajaran, yang Anda kuasai. Contoh lain masalah yang berada di luar kemampuan Anda adalah: Kebisingan kelas karena sekolah berada di dekat jalan raya.
4. Masalah yang Terlalu Besar
Nilai UAN yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang terlalu besar untuk dipercahkan melalui CAR, apalagi untuk CAR individual yang cakupannya hanya kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai UAN sangat kompleks mencakup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang sekiranya mampu untuk Anda pecahkan.
5. Masalah yang Terlalu Kecil
Masalah yang terlalu kecil baik dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran secara keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya dipertimbangkan kembali, terutama jika penelitian itu dibiayai oleh pihak lain. Sangat lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti pelajaran Anda misalnya, termasuk masalah kecil karena hanya menyangkut dua orang siswa; sementara masih banyak masalah lain yang menyangkut kepentingan sebagian besar siswa.
6. Masalah yang Cukup Besar dan Strategis
Kesulitan siswa memahami bacaan secara cepat merupakan contoh dari masalah yang cukup besar dan strategis karena diperlukan bagi sebagian besar mata pelajaran. Semua siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya terhadap proses belajar siswa cukup besar. Sukarnya siswa berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan ketidaktahuan siswa tentang meta belajar (belajar bagaimana belajar) merupakan contoh lain dari masalah yang cukup besar dan strategis. Dengan demikian pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar dan jelas.
7. Masalah yang Anda Senangi
Akhirnya Anda harus merasa memiliki dan senang terhadap masalah yang Anda teliti. Hal itu diindikasikan dengan rasa penasaran Anda terhadap masalah itu dan keinginan Anda untuk segera tahu hasil-hasil setiap perlakukan yang diberikan.
8. Masalah yang Riil dan Problematik
Jangan mencari-cari masalah hanya karena Anda ingin mempunyai masalah yang berbeda dengan orang lain. Pilihlah masalah yang riil, ada dalam pekerjaan Anda sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda dampak negatifnya cukup besar).
9. Perlunya Kolaborasi
Tidak ada yang lebih menakutkan daripada kesendirian. Dalam collaborative action reseach Anda perlu bertukar fikiran dengan guru mitra dari mata pelajaran sejenis atau guru lain yang lebih senior dalam menentukan masalah.
D. IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DESKRIPSI, DAN RUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Dalam mengidentifikasikan masalah, Anda sebaiknya menuliskan semua masalah yang Anda rasakan selama ini.
2. Pemilihan Masalah
Anda tidak mungkin memecahkan semua masalah yang teridentifikasikan itu secara sekaligus, dalam suatu action research yang berskala kelas. Masalah-masalah itu berbeda satu sama lain dalam hal kepentingan atau nilai strategisnya. Masalah yang satu boleh jadi merupakan penyebab dari masalah yang lain sehingga pemecahan terhadap yang satu akan berdampak pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan sekaligus. Untuk dapat memilih masalah secara tepat Anda perlu menyusun masalah-masalah itu berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan nilai prerekuisit. Akhirnya Anda pilih salah satu dari masalah-masalah tersebut, misalnya “Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain.”
3. Deskripsi Masalah
Setelah Anda memilih salah satu masalah, deskripsikan masalah itu serinci mungkin untuk memberi gambaran tentang pentingnya masalah itu untuk dipecahkan ditinjau dari pengaruhnya terhadap pembelajaran secara umum maupun jumlah siswa yang terlibat.
Contoh: “Jika diberi pelajaran dengan pendekatan terpadu antara geografi, ekonomi, dan sejarah siswa merasa sukar mentransfer keterampilan dari satu pelajaran ke pelajaran lain. Pelajaran yang saya berikan adalah geografi, tetapi saya sering mengaitkan pembahasan dengan mata pelajaran lain seperti ekonomi dan sejarah. Ketika saya minta siswa mengemukakan hipotesis tentang pengaruh Danau Toba terhadap perkembangan ekonomi daerah, siswa terasa sangat bingung; padahal mereka telah dapat mengemukakan hipotesis dengan baik dalam mata pelajaran geografi. Saya khawatir siswa hanya menghafal pada saat dilatih mengemukakan hipotesis. Padahal dalam kehidupan sehari-hari keterampilan berhipotesis harus dapat diterapkan di mana saja dan dalam bidang studi apa saja. Pada hakikatnya setiap hari kita mengemukakan hipotesis. Ketidakbisaan siswa itu terjadi sepanjang tahun, tidak hanya pada permulaan tahun ajaran. Kelihatannya semua siswa mengalami hal yang sama, termasuk siswa yang cerdas. Guru lain ternyata juga mengalami hal yang sama, siswanya sukar mentransfer suatu keterampilan ke mata pelajaran lain.”
4. Rumusan Masalah
Setelah Anda memilih satu masalah secara seksama, selanjutnya Anda perlu merumuskan masalah itu secara komprehensif dan jelas. Sagor (1992) merinci rumusan masalah action research menggunakan lima pertanyaan:
1. Siapa yang terkena dampak negatifnya?
2. Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu?
3. Masalah apa sebenarnya itu?
4. Siapa yang menjadi tujuan perbaikan?
5. Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan hipotesis tindakan).
Contoh rumusan masalah:
* Siswa di SLTP-X tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain di sekolah (Ini menjawab pertanyaan 1 dan 3)
* Grup action research percaya bahwa hal ini merupakan hasil dari jadwal mata pelajaran dan cara guru mengajarkan materi tersebut (Ini menjawab pertanyaan 2)
* Kita menginginkan para siswa melihat relevansi kurikulum sekolah, mengapresiasi hubungan antara disiplin-disiplin akademis, dan dapat menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam satu mata pelajaran untuk pemecahan masalah dalam mata pelajaran lain (Ini menjawab pertanyaan 4)
* Oleh karena itu kita merencanakan integrasi pembelajaran IPA, matematika, bahasa, dan IPS dalam satuan pelajaran interdisiplin berjudul Masyarakat dan Teknologi (Ini manjawab pertanyaan 5)
Contoh pertanyaan penelitian:
1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain?
2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai?
3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran?
4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal?
E. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Kajian Teori
Dalam membuat rumusan masalah di atas sebenarnya Anda telah melakukan “analisis penyebab masalah” sekaligus membuat “hipotesis tindakan” yang akan diberikan untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk melakukan analisis secara tajam dan menjustifikasi perlakuan yang akan diberikan, Anda perlu merujuk pada teori-teori yang sudah ada. Tujuannya sekedar meyakinkan bahwa apa yang Anda lakukan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Dalam hal ini proses kolaborasi memegang peranan yang sangat penting.
Anda juga perlu membaca hasil penelitian terakhir, termasuk CAR, siapa tahu apa yang akan Anda lakukan sudah pernah dilakukan oleh orang lain; Anda dapat mengambil manfaat dari pengalaman orang itu. Manfaat lain yang lebih penting, Anda akan mengetahui trend-trend baru yang sedang diperhatikan atau diteliti oleh para guru di seluruh dunia. Sekarang ini sedang nge-trend pembelajaran yang bernuansa quantum teaching, quantum learning, contextual learning, integrated curriculum, dan competency based curriculum yang semua berorientasi pada kepentingan siswa. Jika penelitian Anda masih berkutat pada pemberian drill dan PR agar nilai UAN mereka meningkat, tanpa memperdulikan rasa ketersiksaan siswa, profesionalisme Anda akan dipertanyakan.
2. Hipotesis Tindakan
Lakukanlah analisis penyebab masalah secara seksama agar tindakan yang Anda rencanakan berjalan dengan efektif. Hipotesis tindakan dapat Anda tuliskan secara eksplisit, tetapi dapat juga tidak karena pada dasarnya Anda belum tahu tindakan mana yang akan berdampak paling efektif.
F. METODOLOGI
1. Setting Penelitian
Setting penelitian perlu Anda uraikan secara rinci karena penting artinya bagi guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Mereka tentu akan mempertimbangkan masak-masak apakah ada kemiripan antara setting sekolahnya dengan setting penelitian Anda.
2. Perbedaan Mengajar Biasa dengan CAR
Dalam melakukan CAR kegiatan mengajar standar (biasa) berlangsung secara alami; tetapi ada bagian-bagian tertentu yang diberi perlakuan secara khusus dan diamati dampaknya secara seksama. Langkah-langkah seperti pembuatan satuan pelajaran, rencana pelajaran, lembaran kerja, dan alat bantu pembelajaran lainnya adalah langkah pembelajaran standar, bukan CAR. Asumsinya CAR dilaksanakan oleh guru yang sudah melaksanakan pembelajaran standar secara lengkap tetapi belum berhasil. Ia akan memodifikasi bagian-bagian tertentu dari pembelajaran standar itu. Bagian yang dimodifikasi itulah fokus dari CAR Anda.
3. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan CAR sebaiknya hanya menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan CAR. Jika ada perubahan pada satuan pelajaran misalnya, hanya bagian yang diubah saja yang perlu diuraikan secara rinci. Akan lebih baik jika perubahan itu diletakkan dalam konteks satuan pelajaran aslinya sehingga terlihat jelas besar perubahan yang dilakukan. Perangkat-perangkat pembelajaran juga hanya tambahannya yang diuraikan secara rinci. Jika pembelajaran standar telah dilaksanakan dengan baik perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk CAR dengan sendirinya sebagian besar sudah tersedia.
Yang sering terjadi dalam CAR selama ini pembelajaran standar belum dilaksanakan sehingga CAR menjadi wahana untuk mewujudkan pembelajaran standar. Hal itu terlihat dari latar belakang yang diuraikan secara emosional oleh peneliti, umumnya menggambarkan pembelajaran yang sangat tradisional, buruk, dan di bawah standar. Setelah sekolah mendapat bantuan dana peningkatan kualitas pembelajaran pun uraian latar belakang itu tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Secara tidak langsung ditunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh pemberi dana selama ini berlalu tanpa bekas.
Tahap perencanaan bisa memerlukan waktu setengah bulan karena harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk di dalamnya adalah penyusunan jadwal, pembuatan instrumen, dan pemilihan kolaborator.
4. Siklus-siklus
Dalam CAR siklus merupakan ciri khas yang membedakannya dari penelitian jenis lain; oleh karena itu siklus harus dilaksanakan secara benar. Siklus pada hakikatnya adalah rangkaian “riset-aksi-riset-aksi- …” yang tidak ada dalam penelitian biasa. Dalam penelitian biasa hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian disimpulkan. Dalam CAR hasil yang belum baik masih ada kesempatan untuk diperbaiki lagi sampai berhasil.
Siklus terdiri dari (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi; dan (5) perencanaan kembali. Yang diuraikan dalam siklus hanya bagian yang dimodifikasi melalui action reseach, bukan seluruh proses pembelajaran. Modifikasi atau perubahan secara total jarang dilakukan dalam action research yang berskala kelas karena bagaimanapun sistem pendidikan secara umum masih belum berubah.
Misalnya Anda akan memodifikasi pembelajaran dengan memperbanyak penggunaan carta. Dalam “perencanaan” yang Anda uraikan adalah tentang carta itu saja, misalnya “Tiap pertemuan diusahakan akan ada carta yang digunakan dalam kelas.” Dalam “pelaksanaan” Anda uraikan kenyataan yang terjadi, apakah benar tiap pertemuan bisa digunakan carta, misalnya “Penggunaan carta tiap pertemuan hanya dapat dilakukan selama dua minggu pertama; minggu berikutnya rata-rata hanya satu carta tiap empat pertemuan.” Anda tentu saja dapat mengelaborasi “pelaksanaan” itu dengan menyebutkan carta-carta apa saja yang digunakan, saat-saat mana yang paling tepat untuk penggunaan, siapa yang menggunakan, berapa lama digunakan, berapa ukurannya, di mana disimpan, dsb., dsb. “Pengamatan” didominasi oleh data-data hasil pengukuran terhadap respons siswa, menggunakan berbagai instrumen yang telah disiapkan. “Refleksi” berisi penjelasan Anda tentang mengapa terjadi keberhasilan maupun kegagalan, diakhiri dengan perencanaan kembali untuk perlakuan pada siklus berikutnya.
Dalam action reseach selama ini banyak siklus yang bersifat semu, tidak sesuai dengan kaidah yang sudah baku. Inilah kelemahan-kelemahan yang terjadi.
1. Dalam siklus diuraikan semua proses pembelajaran, sehingga tidak dapat dilihat bagian yang sebenarnya sedang diteliti. Seolah-olah seluruh proses pembelajaran diubah secara total melalui CAR, dan sebelumnya pembelajaran berlangsung secara tradisional, buruk, dan di bawah standar.
2. Tidak jelas apakah perlakuan dalam suatu siklus dilakukan secara terus-menerus selama periode tertentu, sampai data pengamatan bersifat jenuh (menunjukkan pola yang menetap) dan diperoleh dari berbagai sumber (triangulasi). Sebagai analogi, jika selama satu minggu suhu badan pasien menunjukkan suhu 37,50 C; 370 C; 370 C; 37,50 C; 37,50 C; 37,50 C; dapatlah disimpulkan bahwa kondisinya telah kembali normal. Itu digabungkan dengan data pengamatan lain selama seminggu juga seperti perilaku, nafsu makan, dan denyut nadi pasien, yang bersifat triangulatif.
3. Siklus dilakukan tidak berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya. Ada siklus yang dilakukan secara tendensius: siklus pertama dengan metode ceramah, siklus kedua dengan demonstrasi, dan siklus ketiga dengan eksperimen, hanya ingin menunjukkan bahwa metode eksperimen adalah yang terbaik. Peneliti ini lupa bahwa metode harus disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran. Untuk materi pertama boleh jadi justru metode ceramah yang lebih cocok.
5. Instrumen
Instrumen merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan CAR. Jenis instrumen harus sesuai dengan karakteristik variabel yang diamati. Triangulasi dan saturasi (kejenuhan informasi) perlu diperhatikan untuk menjamin validitas data.
G. HASIL PENELITIAN
1. Siklus-siklus Penelitian
Hasil penelitian CAR tidak hanya berisi data hasil observasi, melainkan justru proses perbaikan yang dilakukan. Untuk itu siklus adalah cara yang tepat untuk menyajikan hasil penelitian. Data hasil observasi tidak disajikan secara terpisah melainkan dalam konteks siklus-siklus yang telah dilakukan.
2. Tabel, Diagram, dan Grafik
Tabel, diagram, dan grafik sangat baik digunakan untuk menyajikan data hasil observasi. Gunanya agar refleksi dapat dilakukan lebih mudah. Tetapi sajian yang cantik itu bisa menjadi blunder manakala angka-angkanya diatur sedemikain rupa sehingga terkesan artificial. Hasil yang begitu spektakuler seringkali tidak disertai dengan “bagaimana” proses untuk mencapainya, sehingga pembaca akan makin ragu.
3. Hasil-hasil yang Otentik
Hasil-hasil yang otentik seperti karangan siswa, gambar hasil karya siswa, dan foto tentang proyek yang dilakukan siswa akan sangat baik dicantumkan sebagai hasil penelitian.
H. KESIMPULAN CAR
1. Kesimpulan
Kesimpulan tentu saja harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis yang telah dikemukakan. Pertanyaan penelitian pada bagian D4 di atas di samping menuntut jawaban yang berupa hasil juga menuntut prosesnya. Marilah kita lihat pertanyaan-pertanyaan itu sekali lagi.
1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain ? Jawaban atas pertanyaan ini bisa diperoleh melalui tes awal dan atau selama proses pembelajaran berlangsung. Walaupun baru berupa daftar kesulitan yang dialami siswa, temuan ini cukup berarti bagi guru-guru lain. Kita sendiri pada saat ini belum bisa membayangkan kesulitan-kesulitan tersebut.
2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai ? Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah guru menghubungkan berbagai mata pelajaran dalam materi tes awal atau selama pembelajaran berlangsung, misalnya antara fisika dengan biologi, ekonomi dengan sejarah, dan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran ? Kesimpulan ini dapat diperoleh melalui kuesioner dan atau wawancara pada awal pembelajaran atau selama pembelajaran berlangsung.
4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal ?Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah siswa diberi perlakukan yang berbeda; misalnya satu kelas diberi pelajaran multi disiplin, dan kelas lain diberi pelajaran yang terpisah-pisah, seperti biasanya. Ini tampaknya merupakan fokus dari CAR. Jika ditemukan bahwa mata pelajaran multidisiplin lebih berhasil dalam mengembangkan kemampuan transfer keterampilan antar mata pelajaran, peneliti perlu mengelaborasi bagaimana proses pembelajaran model multidisiplin tersebut berlangsung.
Jadi kesimpulan penelitian CAR akan kurang bermanfaaat jika bunyinya hanya seperti: “Pembelajaran dengan media akan meningkatkan hasil belajar siswa.” Kesimpulan ini mirip dengan yang diinginkan penelitian kuantitatif. Guru lain yang membaca kesimpulan ini tentu ingin mengetahui bagaimana prosesnya sehingga media itu bisa meningkatkan hasil belajar. Jadi kesimpulan itu masih harus diikuti dengan proses atau rinciannya, seperti a) Transparansi OHP lebih disukai siswa daripada media lain, b) Paling banyak hanya 10 transparansi dapat ditunjukkan dalam satu presentasi, jika lebih dari itu siswa akan bosan; c) Presentasi pada awal pembelajaran cenderung lebih disukai; d) Penjelasan yang terlalu lama terhadap satu transparansi cenderung membuat siswa bosan; dan e) Satu kali presentasi sebaiknya tidak lebih dari 20 menit.
2. Saran
Karena CAR bersifat kontekstual, pemberian saran kepada orang lain berdasarkan hasil penelitian tersebut sebenarnya kurang bermanfaat. Deskripsi konteks penelitian secara rinci sudah cukup untuk memberikan informasi bagi guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Saran seperti “Program CAR ini perlu lanjutkan dan diperluas untuk tahun-tahun mendatang,” juga kurang begitu perlu, bahkan kurang relevan.
Saran CAR diperlukan misalnya jika temuan penelitian menyangkut sistem yang lebih luas dari sekedar kelas, misalnya menghendaki adanya perubahan pengaturan jadwal pelajaran di sekolah. Dalam hal itu peneliti dapat menyarankan tentang jadwal yang diinginkan kepada fihak sekpolah.
I. DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka mencerminkan penguasaan Anda atas teori belajar dan pembelajaran yang Anda minati. Di samping itu, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, daftar pustaka mencerminkan keluasan pengetahuan Anda atas penelitian-penelitien terbaru yang sedang ngetren. Selama ini guru peneliti sering mencantumkan nama-nama ahli pendidikan, psikologi, dan pembelajaran tetapi tidak disertai dengan daftar pustakannya. Buatlah daftar pustaka secara cermat.
Purdiyanto, 30 Agt 2010
Classroom action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian “riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.
PTK1
Action research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimliki peneliti.
Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research
Penelitian Formal Classroom Action Research
Dilakukan oleh orang lain Dilakukan oleh guru/dosen
Sampel harus representatif Kerepresentatifan sampel tidak diperhatikan
Instrumen harus valid dan reliabel Instrumen yang valid dan reliabel tidak diperhatikan
Menuntut penggunaan analisis statistik Tidak diperlukan analisis statistik yang rumit
Mempersyaratkan hipotesis Tidak selalu menggunakan hipotesis
Mengembangkan teori Memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung
B. MODEL – MODEL ACTION RESEARCH
Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai satu siklus.
Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama
C. MASALAH CAR
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan masalah CAR.
1. Banyaknya Masalah yang Dihadapi Guru
Setiap hari guru mengahadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada putus-putusnya. Oleh karena itu guru yang tidak dapat menemukan masalah untuk CAR sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau ngobrollah dengan teman sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu masalah yang telah merepotkan Anda selama ini.
2. Tiga Kelompok Masalah Pembelajaran
Masalah pembelajaran dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a) pengorganisasian materi pelajaran, (b) penyampaian materi pelajaran, dan (c) pengelolaan kelas. Jika Anda berfikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi sejarah dan geografi secara bersama-sama akan lebih bermakna bagi siswa daripada pembahasan secara sendiri-sendiri, Anda sedang berhadapan dengan masalah pengorganisasian materi. Jika Anda suka dengan masalah metode dan media, sebenarnya Anda sedang berhadapan dengan masalah penyampaian materi. Apabila Anda menginginkan kerja kelompok antar siswa berjalan dengan lebih efektif, Anda berhadapan dengan masalah pengelolaan kelas. Jangan terikat pada satu kategori saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang lebih penting.
3. Masalah yang Berada di Bawah Kendali Guru
Jika Anda yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar membaca kembali materi pelajaran dan mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu melakukan CAR untuk meningkatkan kebiasaan belajar siswa di rumah. Dengan dibelikan buku masalah itu akan terpecahkan, dan itu di luar kemampuan Anda. Dengan perkataan lain yakinkan bahwa masalah yang akan Anda pecahkan cukup layak (feasible), berada di dalam wilayah pembelajaran, yang Anda kuasai. Contoh lain masalah yang berada di luar kemampuan Anda adalah: Kebisingan kelas karena sekolah berada di dekat jalan raya.
4. Masalah yang Terlalu Besar
Nilai UAN yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang terlalu besar untuk dipercahkan melalui CAR, apalagi untuk CAR individual yang cakupannya hanya kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai UAN sangat kompleks mencakup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang sekiranya mampu untuk Anda pecahkan.
5. Masalah yang Terlalu Kecil
Masalah yang terlalu kecil baik dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran secara keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya dipertimbangkan kembali, terutama jika penelitian itu dibiayai oleh pihak lain. Sangat lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti pelajaran Anda misalnya, termasuk masalah kecil karena hanya menyangkut dua orang siswa; sementara masih banyak masalah lain yang menyangkut kepentingan sebagian besar siswa.
6. Masalah yang Cukup Besar dan Strategis
Kesulitan siswa memahami bacaan secara cepat merupakan contoh dari masalah yang cukup besar dan strategis karena diperlukan bagi sebagian besar mata pelajaran. Semua siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya terhadap proses belajar siswa cukup besar. Sukarnya siswa berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan ketidaktahuan siswa tentang meta belajar (belajar bagaimana belajar) merupakan contoh lain dari masalah yang cukup besar dan strategis. Dengan demikian pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar dan jelas.
7. Masalah yang Anda Senangi
Akhirnya Anda harus merasa memiliki dan senang terhadap masalah yang Anda teliti. Hal itu diindikasikan dengan rasa penasaran Anda terhadap masalah itu dan keinginan Anda untuk segera tahu hasil-hasil setiap perlakukan yang diberikan.
8. Masalah yang Riil dan Problematik
Jangan mencari-cari masalah hanya karena Anda ingin mempunyai masalah yang berbeda dengan orang lain. Pilihlah masalah yang riil, ada dalam pekerjaan Anda sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda dampak negatifnya cukup besar).
9. Perlunya Kolaborasi
Tidak ada yang lebih menakutkan daripada kesendirian. Dalam collaborative action reseach Anda perlu bertukar fikiran dengan guru mitra dari mata pelajaran sejenis atau guru lain yang lebih senior dalam menentukan masalah.
D. IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DESKRIPSI, DAN RUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Dalam mengidentifikasikan masalah, Anda sebaiknya menuliskan semua masalah yang Anda rasakan selama ini.
2. Pemilihan Masalah
Anda tidak mungkin memecahkan semua masalah yang teridentifikasikan itu secara sekaligus, dalam suatu action research yang berskala kelas. Masalah-masalah itu berbeda satu sama lain dalam hal kepentingan atau nilai strategisnya. Masalah yang satu boleh jadi merupakan penyebab dari masalah yang lain sehingga pemecahan terhadap yang satu akan berdampak pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan sekaligus. Untuk dapat memilih masalah secara tepat Anda perlu menyusun masalah-masalah itu berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan nilai prerekuisit. Akhirnya Anda pilih salah satu dari masalah-masalah tersebut, misalnya “Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain.”
3. Deskripsi Masalah
Setelah Anda memilih salah satu masalah, deskripsikan masalah itu serinci mungkin untuk memberi gambaran tentang pentingnya masalah itu untuk dipecahkan ditinjau dari pengaruhnya terhadap pembelajaran secara umum maupun jumlah siswa yang terlibat.
Contoh: “Jika diberi pelajaran dengan pendekatan terpadu antara geografi, ekonomi, dan sejarah siswa merasa sukar mentransfer keterampilan dari satu pelajaran ke pelajaran lain. Pelajaran yang saya berikan adalah geografi, tetapi saya sering mengaitkan pembahasan dengan mata pelajaran lain seperti ekonomi dan sejarah. Ketika saya minta siswa mengemukakan hipotesis tentang pengaruh Danau Toba terhadap perkembangan ekonomi daerah, siswa terasa sangat bingung; padahal mereka telah dapat mengemukakan hipotesis dengan baik dalam mata pelajaran geografi. Saya khawatir siswa hanya menghafal pada saat dilatih mengemukakan hipotesis. Padahal dalam kehidupan sehari-hari keterampilan berhipotesis harus dapat diterapkan di mana saja dan dalam bidang studi apa saja. Pada hakikatnya setiap hari kita mengemukakan hipotesis. Ketidakbisaan siswa itu terjadi sepanjang tahun, tidak hanya pada permulaan tahun ajaran. Kelihatannya semua siswa mengalami hal yang sama, termasuk siswa yang cerdas. Guru lain ternyata juga mengalami hal yang sama, siswanya sukar mentransfer suatu keterampilan ke mata pelajaran lain.”
4. Rumusan Masalah
Setelah Anda memilih satu masalah secara seksama, selanjutnya Anda perlu merumuskan masalah itu secara komprehensif dan jelas. Sagor (1992) merinci rumusan masalah action research menggunakan lima pertanyaan:
1. Siapa yang terkena dampak negatifnya?
2. Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu?
3. Masalah apa sebenarnya itu?
4. Siapa yang menjadi tujuan perbaikan?
5. Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan hipotesis tindakan).
Contoh rumusan masalah:
* Siswa di SLTP-X tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain di sekolah (Ini menjawab pertanyaan 1 dan 3)
* Grup action research percaya bahwa hal ini merupakan hasil dari jadwal mata pelajaran dan cara guru mengajarkan materi tersebut (Ini menjawab pertanyaan 2)
* Kita menginginkan para siswa melihat relevansi kurikulum sekolah, mengapresiasi hubungan antara disiplin-disiplin akademis, dan dapat menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam satu mata pelajaran untuk pemecahan masalah dalam mata pelajaran lain (Ini menjawab pertanyaan 4)
* Oleh karena itu kita merencanakan integrasi pembelajaran IPA, matematika, bahasa, dan IPS dalam satuan pelajaran interdisiplin berjudul Masyarakat dan Teknologi (Ini manjawab pertanyaan 5)
Contoh pertanyaan penelitian:
1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain?
2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai?
3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran?
4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal?
E. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Kajian Teori
Dalam membuat rumusan masalah di atas sebenarnya Anda telah melakukan “analisis penyebab masalah” sekaligus membuat “hipotesis tindakan” yang akan diberikan untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk melakukan analisis secara tajam dan menjustifikasi perlakuan yang akan diberikan, Anda perlu merujuk pada teori-teori yang sudah ada. Tujuannya sekedar meyakinkan bahwa apa yang Anda lakukan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Dalam hal ini proses kolaborasi memegang peranan yang sangat penting.
Anda juga perlu membaca hasil penelitian terakhir, termasuk CAR, siapa tahu apa yang akan Anda lakukan sudah pernah dilakukan oleh orang lain; Anda dapat mengambil manfaat dari pengalaman orang itu. Manfaat lain yang lebih penting, Anda akan mengetahui trend-trend baru yang sedang diperhatikan atau diteliti oleh para guru di seluruh dunia. Sekarang ini sedang nge-trend pembelajaran yang bernuansa quantum teaching, quantum learning, contextual learning, integrated curriculum, dan competency based curriculum yang semua berorientasi pada kepentingan siswa. Jika penelitian Anda masih berkutat pada pemberian drill dan PR agar nilai UAN mereka meningkat, tanpa memperdulikan rasa ketersiksaan siswa, profesionalisme Anda akan dipertanyakan.
2. Hipotesis Tindakan
Lakukanlah analisis penyebab masalah secara seksama agar tindakan yang Anda rencanakan berjalan dengan efektif. Hipotesis tindakan dapat Anda tuliskan secara eksplisit, tetapi dapat juga tidak karena pada dasarnya Anda belum tahu tindakan mana yang akan berdampak paling efektif.
F. METODOLOGI
1. Setting Penelitian
Setting penelitian perlu Anda uraikan secara rinci karena penting artinya bagi guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Mereka tentu akan mempertimbangkan masak-masak apakah ada kemiripan antara setting sekolahnya dengan setting penelitian Anda.
2. Perbedaan Mengajar Biasa dengan CAR
Dalam melakukan CAR kegiatan mengajar standar (biasa) berlangsung secara alami; tetapi ada bagian-bagian tertentu yang diberi perlakuan secara khusus dan diamati dampaknya secara seksama. Langkah-langkah seperti pembuatan satuan pelajaran, rencana pelajaran, lembaran kerja, dan alat bantu pembelajaran lainnya adalah langkah pembelajaran standar, bukan CAR. Asumsinya CAR dilaksanakan oleh guru yang sudah melaksanakan pembelajaran standar secara lengkap tetapi belum berhasil. Ia akan memodifikasi bagian-bagian tertentu dari pembelajaran standar itu. Bagian yang dimodifikasi itulah fokus dari CAR Anda.
3. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan CAR sebaiknya hanya menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan CAR. Jika ada perubahan pada satuan pelajaran misalnya, hanya bagian yang diubah saja yang perlu diuraikan secara rinci. Akan lebih baik jika perubahan itu diletakkan dalam konteks satuan pelajaran aslinya sehingga terlihat jelas besar perubahan yang dilakukan. Perangkat-perangkat pembelajaran juga hanya tambahannya yang diuraikan secara rinci. Jika pembelajaran standar telah dilaksanakan dengan baik perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk CAR dengan sendirinya sebagian besar sudah tersedia.
Yang sering terjadi dalam CAR selama ini pembelajaran standar belum dilaksanakan sehingga CAR menjadi wahana untuk mewujudkan pembelajaran standar. Hal itu terlihat dari latar belakang yang diuraikan secara emosional oleh peneliti, umumnya menggambarkan pembelajaran yang sangat tradisional, buruk, dan di bawah standar. Setelah sekolah mendapat bantuan dana peningkatan kualitas pembelajaran pun uraian latar belakang itu tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Secara tidak langsung ditunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh pemberi dana selama ini berlalu tanpa bekas.
Tahap perencanaan bisa memerlukan waktu setengah bulan karena harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk di dalamnya adalah penyusunan jadwal, pembuatan instrumen, dan pemilihan kolaborator.
4. Siklus-siklus
Dalam CAR siklus merupakan ciri khas yang membedakannya dari penelitian jenis lain; oleh karena itu siklus harus dilaksanakan secara benar. Siklus pada hakikatnya adalah rangkaian “riset-aksi-riset-aksi- …” yang tidak ada dalam penelitian biasa. Dalam penelitian biasa hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian disimpulkan. Dalam CAR hasil yang belum baik masih ada kesempatan untuk diperbaiki lagi sampai berhasil.
Siklus terdiri dari (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi; dan (5) perencanaan kembali. Yang diuraikan dalam siklus hanya bagian yang dimodifikasi melalui action reseach, bukan seluruh proses pembelajaran. Modifikasi atau perubahan secara total jarang dilakukan dalam action research yang berskala kelas karena bagaimanapun sistem pendidikan secara umum masih belum berubah.
Misalnya Anda akan memodifikasi pembelajaran dengan memperbanyak penggunaan carta. Dalam “perencanaan” yang Anda uraikan adalah tentang carta itu saja, misalnya “Tiap pertemuan diusahakan akan ada carta yang digunakan dalam kelas.” Dalam “pelaksanaan” Anda uraikan kenyataan yang terjadi, apakah benar tiap pertemuan bisa digunakan carta, misalnya “Penggunaan carta tiap pertemuan hanya dapat dilakukan selama dua minggu pertama; minggu berikutnya rata-rata hanya satu carta tiap empat pertemuan.” Anda tentu saja dapat mengelaborasi “pelaksanaan” itu dengan menyebutkan carta-carta apa saja yang digunakan, saat-saat mana yang paling tepat untuk penggunaan, siapa yang menggunakan, berapa lama digunakan, berapa ukurannya, di mana disimpan, dsb., dsb. “Pengamatan” didominasi oleh data-data hasil pengukuran terhadap respons siswa, menggunakan berbagai instrumen yang telah disiapkan. “Refleksi” berisi penjelasan Anda tentang mengapa terjadi keberhasilan maupun kegagalan, diakhiri dengan perencanaan kembali untuk perlakuan pada siklus berikutnya.
Dalam action reseach selama ini banyak siklus yang bersifat semu, tidak sesuai dengan kaidah yang sudah baku. Inilah kelemahan-kelemahan yang terjadi.
1. Dalam siklus diuraikan semua proses pembelajaran, sehingga tidak dapat dilihat bagian yang sebenarnya sedang diteliti. Seolah-olah seluruh proses pembelajaran diubah secara total melalui CAR, dan sebelumnya pembelajaran berlangsung secara tradisional, buruk, dan di bawah standar.
2. Tidak jelas apakah perlakuan dalam suatu siklus dilakukan secara terus-menerus selama periode tertentu, sampai data pengamatan bersifat jenuh (menunjukkan pola yang menetap) dan diperoleh dari berbagai sumber (triangulasi). Sebagai analogi, jika selama satu minggu suhu badan pasien menunjukkan suhu 37,50 C; 370 C; 370 C; 37,50 C; 37,50 C; 37,50 C; dapatlah disimpulkan bahwa kondisinya telah kembali normal. Itu digabungkan dengan data pengamatan lain selama seminggu juga seperti perilaku, nafsu makan, dan denyut nadi pasien, yang bersifat triangulatif.
3. Siklus dilakukan tidak berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya. Ada siklus yang dilakukan secara tendensius: siklus pertama dengan metode ceramah, siklus kedua dengan demonstrasi, dan siklus ketiga dengan eksperimen, hanya ingin menunjukkan bahwa metode eksperimen adalah yang terbaik. Peneliti ini lupa bahwa metode harus disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran. Untuk materi pertama boleh jadi justru metode ceramah yang lebih cocok.
5. Instrumen
Instrumen merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan CAR. Jenis instrumen harus sesuai dengan karakteristik variabel yang diamati. Triangulasi dan saturasi (kejenuhan informasi) perlu diperhatikan untuk menjamin validitas data.
G. HASIL PENELITIAN
1. Siklus-siklus Penelitian
Hasil penelitian CAR tidak hanya berisi data hasil observasi, melainkan justru proses perbaikan yang dilakukan. Untuk itu siklus adalah cara yang tepat untuk menyajikan hasil penelitian. Data hasil observasi tidak disajikan secara terpisah melainkan dalam konteks siklus-siklus yang telah dilakukan.
2. Tabel, Diagram, dan Grafik
Tabel, diagram, dan grafik sangat baik digunakan untuk menyajikan data hasil observasi. Gunanya agar refleksi dapat dilakukan lebih mudah. Tetapi sajian yang cantik itu bisa menjadi blunder manakala angka-angkanya diatur sedemikain rupa sehingga terkesan artificial. Hasil yang begitu spektakuler seringkali tidak disertai dengan “bagaimana” proses untuk mencapainya, sehingga pembaca akan makin ragu.
3. Hasil-hasil yang Otentik
Hasil-hasil yang otentik seperti karangan siswa, gambar hasil karya siswa, dan foto tentang proyek yang dilakukan siswa akan sangat baik dicantumkan sebagai hasil penelitian.
H. KESIMPULAN CAR
1. Kesimpulan
Kesimpulan tentu saja harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis yang telah dikemukakan. Pertanyaan penelitian pada bagian D4 di atas di samping menuntut jawaban yang berupa hasil juga menuntut prosesnya. Marilah kita lihat pertanyaan-pertanyaan itu sekali lagi.
1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain ? Jawaban atas pertanyaan ini bisa diperoleh melalui tes awal dan atau selama proses pembelajaran berlangsung. Walaupun baru berupa daftar kesulitan yang dialami siswa, temuan ini cukup berarti bagi guru-guru lain. Kita sendiri pada saat ini belum bisa membayangkan kesulitan-kesulitan tersebut.
2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai ? Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah guru menghubungkan berbagai mata pelajaran dalam materi tes awal atau selama pembelajaran berlangsung, misalnya antara fisika dengan biologi, ekonomi dengan sejarah, dan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran ? Kesimpulan ini dapat diperoleh melalui kuesioner dan atau wawancara pada awal pembelajaran atau selama pembelajaran berlangsung.
4. Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal ?Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah siswa diberi perlakukan yang berbeda; misalnya satu kelas diberi pelajaran multi disiplin, dan kelas lain diberi pelajaran yang terpisah-pisah, seperti biasanya. Ini tampaknya merupakan fokus dari CAR. Jika ditemukan bahwa mata pelajaran multidisiplin lebih berhasil dalam mengembangkan kemampuan transfer keterampilan antar mata pelajaran, peneliti perlu mengelaborasi bagaimana proses pembelajaran model multidisiplin tersebut berlangsung.
Jadi kesimpulan penelitian CAR akan kurang bermanfaaat jika bunyinya hanya seperti: “Pembelajaran dengan media akan meningkatkan hasil belajar siswa.” Kesimpulan ini mirip dengan yang diinginkan penelitian kuantitatif. Guru lain yang membaca kesimpulan ini tentu ingin mengetahui bagaimana prosesnya sehingga media itu bisa meningkatkan hasil belajar. Jadi kesimpulan itu masih harus diikuti dengan proses atau rinciannya, seperti a) Transparansi OHP lebih disukai siswa daripada media lain, b) Paling banyak hanya 10 transparansi dapat ditunjukkan dalam satu presentasi, jika lebih dari itu siswa akan bosan; c) Presentasi pada awal pembelajaran cenderung lebih disukai; d) Penjelasan yang terlalu lama terhadap satu transparansi cenderung membuat siswa bosan; dan e) Satu kali presentasi sebaiknya tidak lebih dari 20 menit.
2. Saran
Karena CAR bersifat kontekstual, pemberian saran kepada orang lain berdasarkan hasil penelitian tersebut sebenarnya kurang bermanfaat. Deskripsi konteks penelitian secara rinci sudah cukup untuk memberikan informasi bagi guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Saran seperti “Program CAR ini perlu lanjutkan dan diperluas untuk tahun-tahun mendatang,” juga kurang begitu perlu, bahkan kurang relevan.
Saran CAR diperlukan misalnya jika temuan penelitian menyangkut sistem yang lebih luas dari sekedar kelas, misalnya menghendaki adanya perubahan pengaturan jadwal pelajaran di sekolah. Dalam hal itu peneliti dapat menyarankan tentang jadwal yang diinginkan kepada fihak sekpolah.
I. DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka mencerminkan penguasaan Anda atas teori belajar dan pembelajaran yang Anda minati. Di samping itu, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, daftar pustaka mencerminkan keluasan pengetahuan Anda atas penelitian-penelitien terbaru yang sedang ngetren. Selama ini guru peneliti sering mencantumkan nama-nama ahli pendidikan, psikologi, dan pembelajaran tetapi tidak disertai dengan daftar pustakannya. Buatlah daftar pustaka secara cermat.
Purdiyanto, 30 Agt 2010
Supervisi Klinis untuk Perbaikan Pembelajaran
1. Apa supervisi klinis itu?
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Supervisi Klinis untuk Perbaikan Pembelajaran
2. Mengapa supervisi klinis diperlukan?
Beberapa alasan mengapa supervisi klinis diperlukan, diantaranya:
* Tidak ada balikan dari orang yang kompeten sejauhmana praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan kode etik
* Ketinggalan iptek dalam proses pembelajaran
* Kehilangan identitas profesi
* Kejenuhan profesional (bornout)
* Pelanggaran kode etik yang akut
* Mengulang kekeliruan secara masif
* Erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan (PT)
* Siswa dirugikan, tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya
* Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan
3. Apa tujuan supervisi klinis?
Secara umum tujuan supervisi klinis untuk :
* Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
* Membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
* Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran
* Membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan maslah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
* Membantu guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan.
4. Apa karakteristik supervisi klinis?
Supervisi klinis memiliki karakteristik sebagai berikut:
* Perbaikan dalam pembelajaran mengharuskan guru mempelajari keterampilan intelektual dan bertingkah laku berdasarkan keterampilan tersebut.
* Fungsi utama supervisor adalah menginformasikan beberapa keterampilan, seperti: (1) keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan, (2) keterampilan mengembangkan kurikulum, terutama bahan pembelajaran, (3) keterampilan dalam proses pembelajaran.
* Fokus supervisi klinis adalah: (1) perbaikan proses pembelajaran, (2) keterampilan penampilan pembelajaran yang memiliki arti bagi keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran dan memungkinkan untuk dilaksanakan, dan (3) didasarkan atas kesepakatan bersama dan pengalaman masa lampau.
5. Apa prinsip-prinsip dalam supervisi klinis?
Beberapa prinsip yang menjadi landasan bagi pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
* Hubungan antara supervisor dengan guru, kepala sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang bersahabat dan pebuh tanggung jawab.
* Diskusi atau pengkajian balikan bersifat demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
* Bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan tiidak bersifat menyalahkan.
* Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas kesepakatan bersama.
* Hasil tidak untuk disebarluaskan
* Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
* Prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.
6. Bagaimana prosedur supervisi klinis?
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut :
* Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (1) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2) mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3) menentukan fokus obsevasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
* Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan observasi.
* Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali tujuan pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (4) mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat menyalahkan, (6) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari saran secara langsung, dan (9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.
Purdiyanto,30 Agustus 2010
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Supervisi Klinis untuk Perbaikan Pembelajaran
2. Mengapa supervisi klinis diperlukan?
Beberapa alasan mengapa supervisi klinis diperlukan, diantaranya:
* Tidak ada balikan dari orang yang kompeten sejauhmana praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan kode etik
* Ketinggalan iptek dalam proses pembelajaran
* Kehilangan identitas profesi
* Kejenuhan profesional (bornout)
* Pelanggaran kode etik yang akut
* Mengulang kekeliruan secara masif
* Erosi pengetahuan yang sudah didapat dari pendidikan prajabatan (PT)
* Siswa dirugikan, tidak mendapatkan layanan sebagaimana mestinya
* Rendahnya apresiasi dan kepercayaan masyarakat dan pemberi pekerjaan
3. Apa tujuan supervisi klinis?
Secara umum tujuan supervisi klinis untuk :
* Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
* Membantu guru untuk senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
* Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran
* Membantu guru untuk dapat menemukan cara pemecahan maslah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
* Membantu guru untuk mengembangkan sikap positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan.
4. Apa karakteristik supervisi klinis?
Supervisi klinis memiliki karakteristik sebagai berikut:
* Perbaikan dalam pembelajaran mengharuskan guru mempelajari keterampilan intelektual dan bertingkah laku berdasarkan keterampilan tersebut.
* Fungsi utama supervisor adalah menginformasikan beberapa keterampilan, seperti: (1) keterampilan menganalisis proses pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan, (2) keterampilan mengembangkan kurikulum, terutama bahan pembelajaran, (3) keterampilan dalam proses pembelajaran.
* Fokus supervisi klinis adalah: (1) perbaikan proses pembelajaran, (2) keterampilan penampilan pembelajaran yang memiliki arti bagi keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran dan memungkinkan untuk dilaksanakan, dan (3) didasarkan atas kesepakatan bersama dan pengalaman masa lampau.
5. Apa prinsip-prinsip dalam supervisi klinis?
Beberapa prinsip yang menjadi landasan bagi pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
* Hubungan antara supervisor dengan guru, kepala sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang bersahabat dan pebuh tanggung jawab.
* Diskusi atau pengkajian balikan bersifat demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
* Bersifat interaktif, terbuka, obyektif dan tiidak bersifat menyalahkan.
* Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas kesepakatan bersama.
* Hasil tidak untuk disebarluaskan
* Sasaran supervisi terpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
* Prosedur pelaksanaan berupa siklus, mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus balikan.
6. Bagaimana prosedur supervisi klinis?
Pelaksanaan supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap berikut :
* Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: (1) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (2) mengkaji rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3) menentukan fokus obsevasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
* Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5) menentukan teknik pelaksanaan observasi.
* Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali tujuan pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (4) mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat menyalahkan, (6) data hasil pengamatan tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari saran secara langsung, dan (9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.
Purdiyanto,30 Agustus 2010
Jumat, 27 Agustus 2010
TOT KEPALA SEKOLAH PEMANDU KKKS DAN MKKS PROGRAM BERMUTU HOTEL LOR INN SOLO
Tanggal 26 Agustus 2010 - 1 September 2010, bertempat di Hotel Lor Inn yang menurut kategori adalah Hotel berbintang lima di kota Surakarta (Solo), diselenggarakan ToT (Training of Trainer Kepala Sekolah Pemandu KKKS Program Bermutu. Kali ini peserta datang dari tiga Kabupaten, yaitu: Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo dan Banyumas (jangan sebut mBanyu Masss, ada yang marah).
Berikut ini ada beberapa foto kegiatan, tapi penulis nggak ada. Nggak tahun tukang fotonya sentimen sama pemateri (guyon lhoh).
Ini gambar Bu Ani Widosari (kalau sama yang cantik ingat, ya). Bukan Gitu, tapi ini teman kuliah dulu di PGSD Semarang. Jangan Negative Thinking Lhoh
Yang pake baju batik agak merah ini Pak Purdiyanto (Wonosobo)
Yang Pake Baju Hitam Pak Heru (Aktvisi di Kelas, "Bukan mendominasi lhoh pak..")
ang Kiri Baju putih Mbak Yuni, teman PGSD juga (Sekarang di Banjarnegara)
Berikut ini ada beberapa foto kegiatan, tapi penulis nggak ada. Nggak tahun tukang fotonya sentimen sama pemateri (guyon lhoh).
Ini gambar Bu Ani Widosari (kalau sama yang cantik ingat, ya). Bukan Gitu, tapi ini teman kuliah dulu di PGSD Semarang. Jangan Negative Thinking Lhoh
Yang pake baju batik agak merah ini Pak Purdiyanto (Wonosobo)
Yang Pake Baju Hitam Pak Heru (Aktvisi di Kelas, "Bukan mendominasi lhoh pak..")
ang Kiri Baju putih Mbak Yuni, teman PGSD juga (Sekarang di Banjarnegara)
Kamis, 26 Agustus 2010
MODEL KURIKULUM SDBI
MODEL KURIKULUM SDBI
SAINS/ LMU PENGETAHUAN ALAM
I. PENDAHULUAN
Penyusunan kurikulum Ilmu pengetahuan Alam (Sains) pada Sekolah Bertaraf Internasional mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan kurikulum, pembelajaran, dan penilaian dari salah satu negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan dan dikembangkan dengan cara mengadaptasi atau mengadopsi.
Pendekatan kurikulum “SBI” di bidang pembelajaran Sains dilakukan secara menyeluruh untuk mempersiapkan suatu struktur pengembangan kemampuan berpikir, tingkah laku dan individu yang dapat berdiri sendiri serta menciptakan suatu pembelajaran seumur hidup.
Sains dengan metode investigasinya memberikan solusi pembelajaran melalui inkuiri (rasa ingin tahu) yang dapat memberikan kontribusi kepada pengembangan kemampuan menganalisis dan berpikir kritis.
Sains dalam kurikulum SBI memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan metode ilmiah dalam mempelajari sains dan mengeksplorasi keterlibatan sains dalam perkembangan dunia. Sains dalam kurikulum SBI berfungsi untuk menciptakan peserta didik yang dapat menghargai keterikatan antara sains dan kehidupan sehari-hari. Sains menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah yang diaplikasikan ke dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) diperkaya dengan mengadaptasi kurikulum bertaraf internasional atau negara maju yang mengembangkan: (1) Pembelajaran yang menyeluruh, (2) Kesadaran lintas budaya, dan (3) Komunikasi, yang dituangkan lebih lanjut pada ruang lingkup pembelajaran.
Pada bagian berikut akan ditemukan materi/ kalimat yang diberi tanda garis bawah (under lined), yang merupakan bagian yang memperkaya Standar Isi (SI) dengan cara adopsi atau adaptasi dari kurikulum negara yang diacu.
II. TUJUAN
Tujuan pengajaran dan pembelajaran sains dalam kurikulum SBI adalah untuk mengembangkan kemampuan dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk:
• Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
• Mengembangkan rasa keingintahuan terhadap sains dan alam
• Mendapatkan pengetahuan, pengertian konsep sains dan keahlian dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan dalam konteks sains
• Mengembangkan kemampuan inquiri untuk mendesain dan melakukan investigasi sains dan mengevaluasi bukti-bukti/hasil-hasil saintifik untuk mencapai suatu kesimpulan
• Berpikir secara analitik, kritis, dan kreatif dalam memecahkan masalah, menilai suatu pendapat, dan membuat suatu kesimpulan dalam konteks sains dan cabang ilmu lainnya
• Menyadari kelebihan dan kekurangan sains dam implikasinya terhadap perkembangan teknologi
• Menyadari keterikatan sains terhadap teknologi dan lingkungan sosial
• Memperlihatkan sikap dan mengembangkan kejujuran dan saling menghormati sesamanya
• Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan ketrampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya
III. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kurikulum Sains SD meliputi 4 aspek dengan pencapaian kompetensi sebagai berikut:
1. Makhluk Hidup dan proses kehidupan
¨ Mengenal keaneka ragaman makhluk hidup secara sederhana
¨ Mengenal macam-macam lingkungan dan menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan
¨ Mengenal adanya proses pertumbuhan dan perkembangan
¨ Mengenal organ dan sistem organ makhluk hidup
¨ Mengenal adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi mengenai karakteristik, sistem dan tingkah laku manusia dan makhluk hidup lainnya; interaksi dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Konsep relasi yang berhubungan :
Tumbuhan, Hewan, Adaptasi, keanekaragaman hayati, biologi, klasifikasi, konservasi, ekosistem, evolusi, genetik, pertumbuhan, habitat, organisme, sistem tubuh (pencernaan, syaraf, reproduksi, pernapasan, dsb).
2. Materi dan zat
• Mengenal dan mengidentifikasi berbagai bentuk dan sifat benda, serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
• Mengenal dan mengidentifikasi perubahan wujud benda
• Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda sebagai hasil suatu proses
• Memahami saling hubungan antara suhu, sifat hantaran dan kegunaan benda
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi mengenai properti, reaksi dan fungsi dari materi alam maupun buatan manusia; asal-usul materi-materi buatan manusia dan bagaimana manusia memanipulasinya sesuai kebutuhan.
Konsep relasi yang berhubungan :
Perubahan wujud, perubahan fisika dan kimia, konduksi, konveksi dan radiasi, kepadatan, gas, cairan; properti dan guna dari materi; benda padat; struktur; kestabilan.
3. Gaya, Energi dan perubahannya
• Mengenal berbagai bentuk energi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
• Mengenal berbagai sumber energi yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan kegunaannya
• Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi dan sumber energi
• Menerapkan konsep energi gerak
• Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda
• Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
• Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya
• Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model
• Mempraktikkan pola penggunaan dan perpindahan energy
• Memahami pentingnya penghematan energi
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi mengenai energi, asal-usulnya, penyimpanannya dan transfer, dan kerja yang dapat dilakukannya; Studi mengenai gaya; Pengaplikasian pengertian saintifik melalui penemuan-penemuan dan mesin-mesin.
Konsep relasi yang berhubungan :
Konservasi energi, efisiensi, keseimbangan, bentuk-bentuk energi (listrik, panas, kinetik, cahaya, potensial, bunyi), magnet, mekanik, fisik, polusi, power, kemajuan teknologi, transformasi energi.
4. Bumi dan Alam Semesta
• Mengenal berbagai benda langit dan peristiwa alam (cuaca dan musim) serta pengaruhnya terhadap kegiatan manusia.
• Memahami peristiwa alam dan pengaruh matahari dalam kehidupan sehari-hari
• Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam
• Memahami perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit
• Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
• Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat
• Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam
• Memahami matahari sebagai pusat tata surya dan interaksi bumi dalam tata surya
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi tentang planet Bumi dan posisinya di alam semesta, hubungannya dengan matahari, tata surya, karakteristik-karakteristik khusus yang berbeda dan fenomena alam yang membentuk dan mengidentifikasi setiap planet; sumber daya alam yang terbatas maupun yang tidak terbatas.
Konsep relasi yang berhubungan :
Atmosfer, iklim, erosi, geografi, geologi, gravitasi, perubahan energi, sumber daya alam, musim, alam semesta (tata surya dan luar tata surya), sistem (matahari, siklus air, cuaca), pergerakan tektonik bumi, teori asal-usul kehidupan.
Catatan :
Ketika konsep dasar sudah teridentifikasi, konsep relasi dapat mendorong hubungan menuju keterpaduan disiplin ilmu dari suatu unit pembelajaran atau pemahaman mendalam dari suatu bidang studi tertentu.
Konsep dan ketrampilan dalam Sains
Pembelajaran sains di SD/MI menekankan pada sains dan pengaplikasiannya. Komponen sains di kurikulum sebaiknya berdasarkan pada konsep dan ketrampilan, daripada isinya. Konsep dasar diidentifikasikan didalam sesi “Konsep: Apa yang perlu untuk dipahami peserta didik” yang sangat mengarahkan pengaplikasian kurikulum, tetapi dengan adanya konsep relasi lebih memberikan pemahaman mendalam dari suatu bidang studi tertentu.
Sains memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terjun kedalam investigasi ilmiah dengan membuat observasi akurat, penguasaan alat, pendataan dan perbandingan data, dan perumusan penjelasan menggunakan pengalaman ilmiah mereka dan lainnya. Peserta didik didorong untuk berasumsi dan berpikir kritis mengenai perspektif yang lain dalam menindak lanjuti ide mereka sendiri.
Semua area kurikulum memberikan kesempatan untuk menerapkan keterpaduan disiplin ilmu dalam sesi “Ketrampilan: Apa yang perlu dikuasai peserta didik”. Komponen sains dalam kurikulum juga memberikan kesempatan pada peserta didik untuk :
¨ Melakukan observasi dengan seksama untuk mengumpulkan data
¨ Menggunakan instrument dan alat yang bervariasi untuk mengukur data secara akurat
¨ Menggunakan istilah-istilah saintifik untuk menjelaskan observasi dan pengalaman peserta didik
¨ Mengidentifikasi dan menggeneralisasi pertanyaan atau masalah untuk didalami
¨ Merencanakan dan menjalankan investigasi sistematik, memanipulasi variabel-variabel bila dibutuhkan
¨ Membuat prediksi dan hipotesa
¨ Menginterpretasi dan mengevaluasi data yang terkumpul untuk menghasilkan kesimpulan
¨ Memperhatikan model-model saintifik dan aplikasi
¨ Menjadi percaya diri dan pengguna ICT yang kompeten dalam pembelajaran sains
IV. Proses dan Strategi Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran butir-butir tujuan di atas dilaksanakan dengan:
1. Menunjukkan pemahaman konsep, fakta, metodologi, istilah, dan cara mempresentasikan data saintifik dengan cara:
• Menjelaskan suatu istilah saintifik dengan tepat
• Menggambar suatu diagram
• Mengurutkan suatu peristiwa saintifik
• Mengukur suatu material
• Menyebutkan suatu istilah saintifik
• Memberikan keterangan singkat pada suatu diagram atau grafik
• Mengapliksikan teori, persamaan dan prinsip-prinsip dasar pada situasi yang baru
• Menggunakan teknik matematika untuk menjawab suatu pertanyaan
• Membandingkan persamaan dan perbedaan dari suatu benda atau keadaan
• Memberikan informasi secara detail
• Menjelaskan perbedaan antara dua atau lebih benda atau keadaan
• Menaksir suatu nilai yang tidak diketahui berdasarkan informasi yang diberikan dan latar belakang teori
• Memberi jawaban berdasarkan berbagai macam pilihan situasi atau keadaan
• Menjelaskan secara singkat
• Menginterpretasikan data untuk mencapai suatu kesimpulan
• Membuat suatu grafik
• Membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang diberikan
• Memanipulasi persamaan matematika untuk menghasilkan persamaan yang baru
• Membuat rencana eksperimen atau model saintifik
• Menentukan jawaban yang benar
• Memberikan argumen atau alternatif hipotesa
• Menganalisa implikasi dan kekurangan suatu eksperimen
• Memberi penjelasan secara detail, yang termasuk sebab akibat dan mekanisme suatu kondisi
• Memprediksi hasil suatu eksperimen
• Menjawab pertanyaan dengan menggunakan tehnik aljabar dan angka
• Menawarkan suatu hipotesa atau kemungkinan lain
• Menghargai pendapat peers
• Dapat memberi petunjuk bila diperlukan
• Mengemukakan pendapat dengan sopan
• Sabar
• Mau menerima perbedaan pendapat
2. Mengaplikasikan dan menggunakan fakta, konsep, metodologi, istilah saintifik untuk berkomunikasi secara efektif, metodologi yang sesuai untuk mempresentasikan informasi saintifik dengan cara :
3. Menyusun, menganalisa, dan mengevaluasi hipotesa, metodologi, dan penjelasan saintifik dengan cara:
4. Kolaborasi: dapat bekerja sama dengan orang lain
Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sains di SD secara inkuiri didasarkan pada pengembangan konsep-konsep dasar yang mengarahkan terjadinya proses inquiri.
Konsep-konsep dasar itu adalah sebagai berikut :
• Bentuk
Pemahaman bahwa segala sesuatu itu mempunyai bentuk dengan karakteristik tersendiri yang dapat diamati, diidentifikasi, digambarkan dan dikategorikan.
• Fungsi
Pemahaman bahwa segala sesuatu itu mempunyai kegunaan, suatu peran atau cara berfungsi yang dapat diidentifikasi.
• Sebab akibat
Pemahaman bahwa segala sesuatu tidak terjadi dengan sendirinya, terdapat adanya hubungan pada suatu peristiwa , dan ada akibat sebagai konsekuensinya.
• Perubahan
Pemahaman bahwa perubahan itu adalah proses dari peralihan dari satu wujud ke wujud yang lain. Ini bersifat universal dan tidak dapat dihindari.
• Hubungan
Pemahaman bahwa kita hidup dalam dunia yang saling berinteraksi dimana perubahan pada suatu bagian akan mempengaruhi bagian lainnya.
• Perspektif
Pemahaman bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh perspektif; Perbedaan perspektif mengarah kepada perbedaan interprestasi, pemahaman dan penemuan; Perspektif bisa bersifat individu, kelompok, kebudayaan atau disiplin.
• Tanggung jawab
Pemahaman bahwa orang-orang membuat pilihan berdasarkan pemahaman mereka, dan tindakan yang mereka ambil akan menghasilkan perbedaan.
• Refleksi
Pemahaman bahwa ada beberapa cara untuk mengetahui, dan sangat penting untuk merefleksikannya dalam kesimpulan kita, untuk mempertimbangkan metode-metode kita yang beralasan, berkualitas dan bereabilitas dari bukti-bukti yang patut dipertimbangkan.
Semua muatan pembelajaran dan pendekatannya dikembangkan dari konsep-konsep dasar diatas dan disesuaikan dengan metode pendekatan inkuiri, dimana peserta didik diransang untuk berpikir kreatif melalui kegiatan-kegiatan eksperimen, pengamatan, penelitian atau tugas proyek untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya sendiri.
Sains menyediakan suatu panduan untuk aktifitas pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sebagai subyek pembelajaran. Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang unik yang berbeda satu dengan lainnya.
Sains menekankan cara berpikir kritis dan kreatif dan cara aplikasinya dalam setiap aktifitas pembelajaran. Sains menggunakan beberapa macam format instruksi, seperti: kelas, kelompok kecil, berpasangan dan individual serta bermacam-macam strategi instruksi seperti ceramah, penggunaan alat bantu, bermain peran, simulasi, dan pengadaan sumber bacaan. Strategi pembelajaran ini dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan aktifitas kelas yang sedang berlangsung.
Contoh :
Pada pembelajaran mengenai ide sentral tumbuhan, maka konsep dasar yang dikembangkan adalah konsep dasar bentuk (mengenai struktur dan ciri-ciri tumbuhan sebagai makhluk hidup, klasifikasi), konsep dasar fungsi (mengenai fungsi dan guna dari tumbuhan terhadap lingkungan dan makhluk hidup lain), konsep dasar sebab akibat (mengenai efek yang terjadi pada lingkungan bila tidak ada tumbuhan), konsep dasar perubahan (mengenai proses pertumbuhan tumbuhan), konsep dasar hubungan (mengenai peran tumbuhan dalam rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan), konsep dasar perspektif (mengenai kepentingan tumbuhan dilihat dari sudut pandang petani), konsep dasar tanggung jawab (mengenai tanggung jawab manusia dalam pelestarian tumbuhan) dan konsep dasar refleksi (refleksi peserta didik mengenai usaha pelestarian apa yang sudah dilakukannya terhadap tumbuhan). Sedangkan konsep relasinya difokuskan adalah keanekaragaman hayati, makhluk hidup dan ekosistem.
VI. Penilaian
Penilaian terintegrasi pada seluruh sistem pengajaran dan pembelajaran. Tujuan utama penilaian adalah untuk mendapatkan umpan balik dari proses pembelajaran. Komponen penilaian dari kurikulum Sekolah dapat dibagi dalam tiga area yang berhubungan :
¨ Pengukuran – bagaimana kita dapat menemukan apa yang peserta didik ketahui dan telah dipelajar.
¨ Recording – bagaimana kita mengumpulkan dan menganalisa data.
¨ Laporan – bagaimana kita mengkomunikasikan informasi
Kriteria-kriteria penilaian pada sains SD/MI adalah sebagai berikut :
¨ Pengetahuan
Pengetahuan adalah hal-hal baru berupa fakta-fakta maupun unformasi yang dipelajari oleh peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung
¨ Proses
Suatu pembelajaran yang didapat dalam proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
¨ Ketrampilan
Ada 5 macam ketrampilan yang harus dikuasai peserta didik :
1. Ketrampilan berpikir
2. Ketrampilan bersosialisasi
3. Ketrampilan berkomunikasi
4. Ketrampilan pengelolaan diri sendiri
5. Ketrampilan riset
¨ Sikap
Peserta didik diharapkan dapat mendemonstrasikan sikap yang sesuai dengan aktifitas pembelajaran yang sedang berlangsung.
¨ Produk
Hasil akhir dari proses pembelajaran yang ditampilkan oleh peserta didik yang merupakan gabungan dari konsep, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dipelajari.
Penilaian dilakukan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman materi, proses pembelajaran, proyek, praktikum, keahlian dalam melakukan penelitian baik secara individu maupun di dalam tim, kepedulian terhadap lingkungan, serta teknik presentasi.
Bentuk Penilaian:
Terdapat dua bentuk penilaian yaitu formatif dan sumatif.
Penilaian formatif difokuskan kepada proses dari kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung:
¨ Merupakan bagian penting dalam pengalaman belajar sehari-hari
¨ Dilakukan selama mengerjakan tugas atau unit pelajaran sebelum penilaian final
¨ Memberikan umpan baik mengenai kemajuan dan hal penting bagaimana peserta didik dapat memperbaiki kekurangannya
Penilaian sumatif difokuskan pada penilaian akhir pada suatu unit pembelajaran :
¨ Merupakan penilaian yang dibuat oleh guru terhadap standar kemampuan yang telah diraih oleh peserta didik pada akhir tugas, unit, atau semester.
¨ Penilaian ini berhubungan langsung dengan tujuan pembelajaran
Keduanya merupakan:
1. Refleksi dari keberhasilan peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan
2. Nilai yang didasarkan pada kesepakatan bersama antara para pengajar pada tingkat pendidikan tertentu dan harus dikomunikasikan kepada peserta didik dan orang tua
3. Kesempatan bagi peserta didik untuk menganalisa cara belajar mereka dan menyadari kekurangan yang perlu diperbaiki
Prinsip-prinsip penilaian meliputi: validitas, bersifat mendidik, eksplisit, adil dan komprehensif.
1. Bersifat Valid berarti penilaian seharusnya menyediakan informasi yang valid pada gagasan, proses, produk dan nilai aktual yang diharapkan dari peserta didik.
• Berdasar serangkaian pengukuran yang secara jelas mendokumentasikan proses dan solusi (contoh: internal marking scheme/ skema pengecekan internal)
• Menggunakan berbagai bukti (kriteria penilaian pada internal marking scheme/skema pengecekan internal).
• Fokus pada perkembangan, adaptasi, dan aplikasi solusi yang dimiliki peserta didik dalam memenuhi tuntutan (fokus nilai di kriteria penilaian adalah pada proses, analisa dan evaluasi dari peserta didik).
• Meliputi evaluasi diri peserta didik; jurnal peserta didik; refleksi guru saat berinteraksi dengan berbagai individu peserta didik (fokus nilai di kriteria penilaian adalah pada proses, analisa dan evaluasi dari peserta didik).
2. Bersifat Mendidik berimplikasi bahwa penilaian harus mempunyai kontribusi positif pada
pembelajaran peserta didik
• Menyatu dengan perkembangan proses teknologi baik dalam bentuk tes formatif, sumatif, maupun diagnostik
• Punya kontribusi langsung dalam pembelajaran jangka panjang. Memfokuskan pada perbaikan hasil kerja peserta didik dan bukan sekadar ceklist atau analisis angka saja.
• Mendorong peserta didik mau mengambil resiko (risk taker) dalam memenuhi parameter dan mengolah data
• Meningkatkan jiwa kompetitif diantara peserta didik.
3. Eksplisit berarti penilaian harus jelas dan bersifat terbuka (diketahui peserta didik, guru, orangtua, dan sekolah)
• Peserta didik harus tahu kriteria penilaian yang dijabarkan secara jelas sebelum memulai aktivitas (internal marking scheme/ skema pengecekan internal).
• Kriteria harus mencerminkan outcomes dan berfokus pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, memberdayakan peserta didik dengan cara meningkatkan kesadaran peserta didik serta memungkinkan peserta didik merefleksikan bagaimana peserta didik belajar.
• Peserta didik perlu diberi kesempatan mempertanyakan dan mendiskusikan penilaian dengan guru sebagaimana peserta didik memecahkan masalah.
4. Adil mempunyai implikasi bahwa penilaian harus adil bagi semua peserta didik, tidak bersifat diskriminatif, dan tidak didasarkan pada landasan yang tidak relevan pada pencapaian tujan pembelajaran.
• Penilaian berdasar kriteria yang akurat dan sudah diketahui semua pihak dan mendukung terciptanya tujuan yang diraih individu peserta didik, tanpa membedakan kondisinya.
• Peserta didik dari asal dan budaya yang berbeda pun mempunyai kesempatan yang sama
• Komprehensif
• Penilaian atas kemajuan peserta didik berdasarkan berbagai jenis dan sumber bukti
• Guru harus menyimpan dokumentasi penilaian peserta didik
Tehnik penilaian
¨ Penilaian unjuk kerja
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti praktik di laboratorium.
Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
¨ Penilaian sikap
Data penilaian sikap berasal dari hasil pengamatan guru terhadap sikap peserta didik yang berkaitan dengan perilaku umum (di dalam maupun di luar kelas) peserta didik yang menonjol baik positif maupun negatif seperti kedisiplinan, keaktifan, tanggung jawab, kerajinan, kerapian, ketelitian.
Contoh penilaian sikap di dalam sains: penilaian sikap ilmiah peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan sains.
¨ Penilaian tertulis
Penilaian tertulis dilakukan dengan tes secara tertulis. Tes tertulis merupakan tes di mana soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Jawaban yang diberikan peserta didik selain dalam bentuk tulisan, dapat juga dalam bentuk mewarnai, menggambar, memberi tanda, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
Bentuk penilaian tertulis dalam bidang sains misalnya: tes pilihan berganda, menjodohkan, isian, uraian terbatas, dan sebab-akibat.
¨ Penilaian proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, pelaporan dan penyajian data.
Bentuk penilaian proyek dalam bidang sains misalnya: Penilaian proses pengerjaan proyek ilmiah yang mewajibkan peserta didik untuk melaporkan perkembangan proyeknya secara berkala dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, melaksanakan serangkaian percobaan, pengolahan data hasil percobaan, pelaporan dan penyajian hasil dalam bentuk demonstrasi dan penyampaian secara lisan maupun tulisan
¨ Penilaian produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk.
Penilaian produk dalam bidang sains misalnya : penilaian hasil percobaan dalam laboratorium baik secara lisan maupun tulisan atau hasil karya.
¨ Penilaian portofolio
Penilaian portofolio merupakan suatu metode penilaian yang mengoleksi dan menyimpan informasi yang dapat digunakan untuk dokumen dan menilai perkembangan peserta didik dan keberhasilannya. Portfolio adalah catatan perkembangan peserta didik yang disusun secara sistematik, yang bertujuan untuk mendukung belajar tuntas. Hasil karya peserta didik dimasukkan kedalam bundel portfolio dipilih yang benar-benar dapat menjadi bukti pencapaian suatu kompetensi. Setiap hasil karya dicatat dalam jurnal atau sebuah format dan ada catatan guru yang menunjukkan tingkat perkembangan sesuai dengan aspek yang dititikberatkan. Komponen penilaian portofolio meliputi catatan guru, hasil pekerjaan peserta didik dan penilaian diri sendiri (self-assessment) peserta didik. Catatan guru didasarkan pada tujuan pembelajaran, ketrampilan, sikap dan profil yang dicapai oleh peserta didik.
¨ Penilaian diri
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.
Penerapan penilaian diri (self-assessment) dalam bidang sains dapat dilakukan dengan cara memberikan lembaran refleksi setelah peserta didik menuntaskan suatu tugas / kegiatan (misalnya: proyek ilmiah, percobaan, presentasi, dan lain-lain)
¨ Komunikasi (Presentasi)
Menilai kemampuan peserta didik dalam menyalurkan ide, pikiran dan perasaan; menyusun data, menganalisa dan mengambil kesimpulan secara jelas dan lengkap dalam laporan praktikum yang dilakukan secara berkala dikelas dan juga dalam karya ilmiah yang mereka buat. Kemampuan komunikasi peserta didik juga dapat dinilai selama kegiatan Strategi Belajar Terpadu (SBT) contohnya dalam diskusi atau debat ilmiah di kelas.
Solo, 27 Agt 2010
SAINS/ LMU PENGETAHUAN ALAM
I. PENDAHULUAN
Penyusunan kurikulum Ilmu pengetahuan Alam (Sains) pada Sekolah Bertaraf Internasional mengacu pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan kurikulum, pembelajaran, dan penilaian dari salah satu negara anggota OECD dan/ atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan dan dikembangkan dengan cara mengadaptasi atau mengadopsi.
Pendekatan kurikulum “SBI” di bidang pembelajaran Sains dilakukan secara menyeluruh untuk mempersiapkan suatu struktur pengembangan kemampuan berpikir, tingkah laku dan individu yang dapat berdiri sendiri serta menciptakan suatu pembelajaran seumur hidup.
Sains dengan metode investigasinya memberikan solusi pembelajaran melalui inkuiri (rasa ingin tahu) yang dapat memberikan kontribusi kepada pengembangan kemampuan menganalisis dan berpikir kritis.
Sains dalam kurikulum SBI memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan metode ilmiah dalam mempelajari sains dan mengeksplorasi keterlibatan sains dalam perkembangan dunia. Sains dalam kurikulum SBI berfungsi untuk menciptakan peserta didik yang dapat menghargai keterikatan antara sains dan kehidupan sehari-hari. Sains menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah yang diaplikasikan ke dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) diperkaya dengan mengadaptasi kurikulum bertaraf internasional atau negara maju yang mengembangkan: (1) Pembelajaran yang menyeluruh, (2) Kesadaran lintas budaya, dan (3) Komunikasi, yang dituangkan lebih lanjut pada ruang lingkup pembelajaran.
Pada bagian berikut akan ditemukan materi/ kalimat yang diberi tanda garis bawah (under lined), yang merupakan bagian yang memperkaya Standar Isi (SI) dengan cara adopsi atau adaptasi dari kurikulum negara yang diacu.
II. TUJUAN
Tujuan pengajaran dan pembelajaran sains dalam kurikulum SBI adalah untuk mengembangkan kemampuan dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk:
• Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
• Mengembangkan rasa keingintahuan terhadap sains dan alam
• Mendapatkan pengetahuan, pengertian konsep sains dan keahlian dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan dalam konteks sains
• Mengembangkan kemampuan inquiri untuk mendesain dan melakukan investigasi sains dan mengevaluasi bukti-bukti/hasil-hasil saintifik untuk mencapai suatu kesimpulan
• Berpikir secara analitik, kritis, dan kreatif dalam memecahkan masalah, menilai suatu pendapat, dan membuat suatu kesimpulan dalam konteks sains dan cabang ilmu lainnya
• Menyadari kelebihan dan kekurangan sains dam implikasinya terhadap perkembangan teknologi
• Menyadari keterikatan sains terhadap teknologi dan lingkungan sosial
• Memperlihatkan sikap dan mengembangkan kejujuran dan saling menghormati sesamanya
• Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan ketrampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya
III. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kurikulum Sains SD meliputi 4 aspek dengan pencapaian kompetensi sebagai berikut:
1. Makhluk Hidup dan proses kehidupan
¨ Mengenal keaneka ragaman makhluk hidup secara sederhana
¨ Mengenal macam-macam lingkungan dan menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan
¨ Mengenal adanya proses pertumbuhan dan perkembangan
¨ Mengenal organ dan sistem organ makhluk hidup
¨ Mengenal adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi mengenai karakteristik, sistem dan tingkah laku manusia dan makhluk hidup lainnya; interaksi dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Konsep relasi yang berhubungan :
Tumbuhan, Hewan, Adaptasi, keanekaragaman hayati, biologi, klasifikasi, konservasi, ekosistem, evolusi, genetik, pertumbuhan, habitat, organisme, sistem tubuh (pencernaan, syaraf, reproduksi, pernapasan, dsb).
2. Materi dan zat
• Mengenal dan mengidentifikasi berbagai bentuk dan sifat benda, serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
• Mengenal dan mengidentifikasi perubahan wujud benda
• Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda sebagai hasil suatu proses
• Memahami saling hubungan antara suhu, sifat hantaran dan kegunaan benda
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi mengenai properti, reaksi dan fungsi dari materi alam maupun buatan manusia; asal-usul materi-materi buatan manusia dan bagaimana manusia memanipulasinya sesuai kebutuhan.
Konsep relasi yang berhubungan :
Perubahan wujud, perubahan fisika dan kimia, konduksi, konveksi dan radiasi, kepadatan, gas, cairan; properti dan guna dari materi; benda padat; struktur; kestabilan.
3. Gaya, Energi dan perubahannya
• Mengenal berbagai bentuk energi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
• Mengenal berbagai sumber energi yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan kegunaannya
• Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi dan sumber energi
• Menerapkan konsep energi gerak
• Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda
• Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
• Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya
• Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model
• Mempraktikkan pola penggunaan dan perpindahan energy
• Memahami pentingnya penghematan energi
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi mengenai energi, asal-usulnya, penyimpanannya dan transfer, dan kerja yang dapat dilakukannya; Studi mengenai gaya; Pengaplikasian pengertian saintifik melalui penemuan-penemuan dan mesin-mesin.
Konsep relasi yang berhubungan :
Konservasi energi, efisiensi, keseimbangan, bentuk-bentuk energi (listrik, panas, kinetik, cahaya, potensial, bunyi), magnet, mekanik, fisik, polusi, power, kemajuan teknologi, transformasi energi.
4. Bumi dan Alam Semesta
• Mengenal berbagai benda langit dan peristiwa alam (cuaca dan musim) serta pengaruhnya terhadap kegiatan manusia.
• Memahami peristiwa alam dan pengaruh matahari dalam kehidupan sehari-hari
• Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam
• Memahami perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit
• Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
• Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat
• Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam
• Memahami matahari sebagai pusat tata surya dan interaksi bumi dalam tata surya
Ruang lingkup aspek ini mencakup studi tentang planet Bumi dan posisinya di alam semesta, hubungannya dengan matahari, tata surya, karakteristik-karakteristik khusus yang berbeda dan fenomena alam yang membentuk dan mengidentifikasi setiap planet; sumber daya alam yang terbatas maupun yang tidak terbatas.
Konsep relasi yang berhubungan :
Atmosfer, iklim, erosi, geografi, geologi, gravitasi, perubahan energi, sumber daya alam, musim, alam semesta (tata surya dan luar tata surya), sistem (matahari, siklus air, cuaca), pergerakan tektonik bumi, teori asal-usul kehidupan.
Catatan :
Ketika konsep dasar sudah teridentifikasi, konsep relasi dapat mendorong hubungan menuju keterpaduan disiplin ilmu dari suatu unit pembelajaran atau pemahaman mendalam dari suatu bidang studi tertentu.
Konsep dan ketrampilan dalam Sains
Pembelajaran sains di SD/MI menekankan pada sains dan pengaplikasiannya. Komponen sains di kurikulum sebaiknya berdasarkan pada konsep dan ketrampilan, daripada isinya. Konsep dasar diidentifikasikan didalam sesi “Konsep: Apa yang perlu untuk dipahami peserta didik” yang sangat mengarahkan pengaplikasian kurikulum, tetapi dengan adanya konsep relasi lebih memberikan pemahaman mendalam dari suatu bidang studi tertentu.
Sains memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terjun kedalam investigasi ilmiah dengan membuat observasi akurat, penguasaan alat, pendataan dan perbandingan data, dan perumusan penjelasan menggunakan pengalaman ilmiah mereka dan lainnya. Peserta didik didorong untuk berasumsi dan berpikir kritis mengenai perspektif yang lain dalam menindak lanjuti ide mereka sendiri.
Semua area kurikulum memberikan kesempatan untuk menerapkan keterpaduan disiplin ilmu dalam sesi “Ketrampilan: Apa yang perlu dikuasai peserta didik”. Komponen sains dalam kurikulum juga memberikan kesempatan pada peserta didik untuk :
¨ Melakukan observasi dengan seksama untuk mengumpulkan data
¨ Menggunakan instrument dan alat yang bervariasi untuk mengukur data secara akurat
¨ Menggunakan istilah-istilah saintifik untuk menjelaskan observasi dan pengalaman peserta didik
¨ Mengidentifikasi dan menggeneralisasi pertanyaan atau masalah untuk didalami
¨ Merencanakan dan menjalankan investigasi sistematik, memanipulasi variabel-variabel bila dibutuhkan
¨ Membuat prediksi dan hipotesa
¨ Menginterpretasi dan mengevaluasi data yang terkumpul untuk menghasilkan kesimpulan
¨ Memperhatikan model-model saintifik dan aplikasi
¨ Menjadi percaya diri dan pengguna ICT yang kompeten dalam pembelajaran sains
IV. Proses dan Strategi Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran butir-butir tujuan di atas dilaksanakan dengan:
1. Menunjukkan pemahaman konsep, fakta, metodologi, istilah, dan cara mempresentasikan data saintifik dengan cara:
• Menjelaskan suatu istilah saintifik dengan tepat
• Menggambar suatu diagram
• Mengurutkan suatu peristiwa saintifik
• Mengukur suatu material
• Menyebutkan suatu istilah saintifik
• Memberikan keterangan singkat pada suatu diagram atau grafik
• Mengapliksikan teori, persamaan dan prinsip-prinsip dasar pada situasi yang baru
• Menggunakan teknik matematika untuk menjawab suatu pertanyaan
• Membandingkan persamaan dan perbedaan dari suatu benda atau keadaan
• Memberikan informasi secara detail
• Menjelaskan perbedaan antara dua atau lebih benda atau keadaan
• Menaksir suatu nilai yang tidak diketahui berdasarkan informasi yang diberikan dan latar belakang teori
• Memberi jawaban berdasarkan berbagai macam pilihan situasi atau keadaan
• Menjelaskan secara singkat
• Menginterpretasikan data untuk mencapai suatu kesimpulan
• Membuat suatu grafik
• Membuat suatu kesimpulan berdasarkan informasi yang diberikan
• Memanipulasi persamaan matematika untuk menghasilkan persamaan yang baru
• Membuat rencana eksperimen atau model saintifik
• Menentukan jawaban yang benar
• Memberikan argumen atau alternatif hipotesa
• Menganalisa implikasi dan kekurangan suatu eksperimen
• Memberi penjelasan secara detail, yang termasuk sebab akibat dan mekanisme suatu kondisi
• Memprediksi hasil suatu eksperimen
• Menjawab pertanyaan dengan menggunakan tehnik aljabar dan angka
• Menawarkan suatu hipotesa atau kemungkinan lain
• Menghargai pendapat peers
• Dapat memberi petunjuk bila diperlukan
• Mengemukakan pendapat dengan sopan
• Sabar
• Mau menerima perbedaan pendapat
2. Mengaplikasikan dan menggunakan fakta, konsep, metodologi, istilah saintifik untuk berkomunikasi secara efektif, metodologi yang sesuai untuk mempresentasikan informasi saintifik dengan cara :
3. Menyusun, menganalisa, dan mengevaluasi hipotesa, metodologi, dan penjelasan saintifik dengan cara:
4. Kolaborasi: dapat bekerja sama dengan orang lain
Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran sains di SD secara inkuiri didasarkan pada pengembangan konsep-konsep dasar yang mengarahkan terjadinya proses inquiri.
Konsep-konsep dasar itu adalah sebagai berikut :
• Bentuk
Pemahaman bahwa segala sesuatu itu mempunyai bentuk dengan karakteristik tersendiri yang dapat diamati, diidentifikasi, digambarkan dan dikategorikan.
• Fungsi
Pemahaman bahwa segala sesuatu itu mempunyai kegunaan, suatu peran atau cara berfungsi yang dapat diidentifikasi.
• Sebab akibat
Pemahaman bahwa segala sesuatu tidak terjadi dengan sendirinya, terdapat adanya hubungan pada suatu peristiwa , dan ada akibat sebagai konsekuensinya.
• Perubahan
Pemahaman bahwa perubahan itu adalah proses dari peralihan dari satu wujud ke wujud yang lain. Ini bersifat universal dan tidak dapat dihindari.
• Hubungan
Pemahaman bahwa kita hidup dalam dunia yang saling berinteraksi dimana perubahan pada suatu bagian akan mempengaruhi bagian lainnya.
• Perspektif
Pemahaman bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh perspektif; Perbedaan perspektif mengarah kepada perbedaan interprestasi, pemahaman dan penemuan; Perspektif bisa bersifat individu, kelompok, kebudayaan atau disiplin.
• Tanggung jawab
Pemahaman bahwa orang-orang membuat pilihan berdasarkan pemahaman mereka, dan tindakan yang mereka ambil akan menghasilkan perbedaan.
• Refleksi
Pemahaman bahwa ada beberapa cara untuk mengetahui, dan sangat penting untuk merefleksikannya dalam kesimpulan kita, untuk mempertimbangkan metode-metode kita yang beralasan, berkualitas dan bereabilitas dari bukti-bukti yang patut dipertimbangkan.
Semua muatan pembelajaran dan pendekatannya dikembangkan dari konsep-konsep dasar diatas dan disesuaikan dengan metode pendekatan inkuiri, dimana peserta didik diransang untuk berpikir kreatif melalui kegiatan-kegiatan eksperimen, pengamatan, penelitian atau tugas proyek untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya sendiri.
Sains menyediakan suatu panduan untuk aktifitas pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sebagai subyek pembelajaran. Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang unik yang berbeda satu dengan lainnya.
Sains menekankan cara berpikir kritis dan kreatif dan cara aplikasinya dalam setiap aktifitas pembelajaran. Sains menggunakan beberapa macam format instruksi, seperti: kelas, kelompok kecil, berpasangan dan individual serta bermacam-macam strategi instruksi seperti ceramah, penggunaan alat bantu, bermain peran, simulasi, dan pengadaan sumber bacaan. Strategi pembelajaran ini dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan aktifitas kelas yang sedang berlangsung.
Contoh :
Pada pembelajaran mengenai ide sentral tumbuhan, maka konsep dasar yang dikembangkan adalah konsep dasar bentuk (mengenai struktur dan ciri-ciri tumbuhan sebagai makhluk hidup, klasifikasi), konsep dasar fungsi (mengenai fungsi dan guna dari tumbuhan terhadap lingkungan dan makhluk hidup lain), konsep dasar sebab akibat (mengenai efek yang terjadi pada lingkungan bila tidak ada tumbuhan), konsep dasar perubahan (mengenai proses pertumbuhan tumbuhan), konsep dasar hubungan (mengenai peran tumbuhan dalam rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan), konsep dasar perspektif (mengenai kepentingan tumbuhan dilihat dari sudut pandang petani), konsep dasar tanggung jawab (mengenai tanggung jawab manusia dalam pelestarian tumbuhan) dan konsep dasar refleksi (refleksi peserta didik mengenai usaha pelestarian apa yang sudah dilakukannya terhadap tumbuhan). Sedangkan konsep relasinya difokuskan adalah keanekaragaman hayati, makhluk hidup dan ekosistem.
VI. Penilaian
Penilaian terintegrasi pada seluruh sistem pengajaran dan pembelajaran. Tujuan utama penilaian adalah untuk mendapatkan umpan balik dari proses pembelajaran. Komponen penilaian dari kurikulum Sekolah dapat dibagi dalam tiga area yang berhubungan :
¨ Pengukuran – bagaimana kita dapat menemukan apa yang peserta didik ketahui dan telah dipelajar.
¨ Recording – bagaimana kita mengumpulkan dan menganalisa data.
¨ Laporan – bagaimana kita mengkomunikasikan informasi
Kriteria-kriteria penilaian pada sains SD/MI adalah sebagai berikut :
¨ Pengetahuan
Pengetahuan adalah hal-hal baru berupa fakta-fakta maupun unformasi yang dipelajari oleh peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung
¨ Proses
Suatu pembelajaran yang didapat dalam proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
¨ Ketrampilan
Ada 5 macam ketrampilan yang harus dikuasai peserta didik :
1. Ketrampilan berpikir
2. Ketrampilan bersosialisasi
3. Ketrampilan berkomunikasi
4. Ketrampilan pengelolaan diri sendiri
5. Ketrampilan riset
¨ Sikap
Peserta didik diharapkan dapat mendemonstrasikan sikap yang sesuai dengan aktifitas pembelajaran yang sedang berlangsung.
¨ Produk
Hasil akhir dari proses pembelajaran yang ditampilkan oleh peserta didik yang merupakan gabungan dari konsep, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dipelajari.
Penilaian dilakukan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman materi, proses pembelajaran, proyek, praktikum, keahlian dalam melakukan penelitian baik secara individu maupun di dalam tim, kepedulian terhadap lingkungan, serta teknik presentasi.
Bentuk Penilaian:
Terdapat dua bentuk penilaian yaitu formatif dan sumatif.
Penilaian formatif difokuskan kepada proses dari kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung:
¨ Merupakan bagian penting dalam pengalaman belajar sehari-hari
¨ Dilakukan selama mengerjakan tugas atau unit pelajaran sebelum penilaian final
¨ Memberikan umpan baik mengenai kemajuan dan hal penting bagaimana peserta didik dapat memperbaiki kekurangannya
Penilaian sumatif difokuskan pada penilaian akhir pada suatu unit pembelajaran :
¨ Merupakan penilaian yang dibuat oleh guru terhadap standar kemampuan yang telah diraih oleh peserta didik pada akhir tugas, unit, atau semester.
¨ Penilaian ini berhubungan langsung dengan tujuan pembelajaran
Keduanya merupakan:
1. Refleksi dari keberhasilan peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan
2. Nilai yang didasarkan pada kesepakatan bersama antara para pengajar pada tingkat pendidikan tertentu dan harus dikomunikasikan kepada peserta didik dan orang tua
3. Kesempatan bagi peserta didik untuk menganalisa cara belajar mereka dan menyadari kekurangan yang perlu diperbaiki
Prinsip-prinsip penilaian meliputi: validitas, bersifat mendidik, eksplisit, adil dan komprehensif.
1. Bersifat Valid berarti penilaian seharusnya menyediakan informasi yang valid pada gagasan, proses, produk dan nilai aktual yang diharapkan dari peserta didik.
• Berdasar serangkaian pengukuran yang secara jelas mendokumentasikan proses dan solusi (contoh: internal marking scheme/ skema pengecekan internal)
• Menggunakan berbagai bukti (kriteria penilaian pada internal marking scheme/skema pengecekan internal).
• Fokus pada perkembangan, adaptasi, dan aplikasi solusi yang dimiliki peserta didik dalam memenuhi tuntutan (fokus nilai di kriteria penilaian adalah pada proses, analisa dan evaluasi dari peserta didik).
• Meliputi evaluasi diri peserta didik; jurnal peserta didik; refleksi guru saat berinteraksi dengan berbagai individu peserta didik (fokus nilai di kriteria penilaian adalah pada proses, analisa dan evaluasi dari peserta didik).
2. Bersifat Mendidik berimplikasi bahwa penilaian harus mempunyai kontribusi positif pada
pembelajaran peserta didik
• Menyatu dengan perkembangan proses teknologi baik dalam bentuk tes formatif, sumatif, maupun diagnostik
• Punya kontribusi langsung dalam pembelajaran jangka panjang. Memfokuskan pada perbaikan hasil kerja peserta didik dan bukan sekadar ceklist atau analisis angka saja.
• Mendorong peserta didik mau mengambil resiko (risk taker) dalam memenuhi parameter dan mengolah data
• Meningkatkan jiwa kompetitif diantara peserta didik.
3. Eksplisit berarti penilaian harus jelas dan bersifat terbuka (diketahui peserta didik, guru, orangtua, dan sekolah)
• Peserta didik harus tahu kriteria penilaian yang dijabarkan secara jelas sebelum memulai aktivitas (internal marking scheme/ skema pengecekan internal).
• Kriteria harus mencerminkan outcomes dan berfokus pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, memberdayakan peserta didik dengan cara meningkatkan kesadaran peserta didik serta memungkinkan peserta didik merefleksikan bagaimana peserta didik belajar.
• Peserta didik perlu diberi kesempatan mempertanyakan dan mendiskusikan penilaian dengan guru sebagaimana peserta didik memecahkan masalah.
4. Adil mempunyai implikasi bahwa penilaian harus adil bagi semua peserta didik, tidak bersifat diskriminatif, dan tidak didasarkan pada landasan yang tidak relevan pada pencapaian tujan pembelajaran.
• Penilaian berdasar kriteria yang akurat dan sudah diketahui semua pihak dan mendukung terciptanya tujuan yang diraih individu peserta didik, tanpa membedakan kondisinya.
• Peserta didik dari asal dan budaya yang berbeda pun mempunyai kesempatan yang sama
• Komprehensif
• Penilaian atas kemajuan peserta didik berdasarkan berbagai jenis dan sumber bukti
• Guru harus menyimpan dokumentasi penilaian peserta didik
Tehnik penilaian
¨ Penilaian unjuk kerja
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti praktik di laboratorium.
Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
¨ Penilaian sikap
Data penilaian sikap berasal dari hasil pengamatan guru terhadap sikap peserta didik yang berkaitan dengan perilaku umum (di dalam maupun di luar kelas) peserta didik yang menonjol baik positif maupun negatif seperti kedisiplinan, keaktifan, tanggung jawab, kerajinan, kerapian, ketelitian.
Contoh penilaian sikap di dalam sains: penilaian sikap ilmiah peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan sains.
¨ Penilaian tertulis
Penilaian tertulis dilakukan dengan tes secara tertulis. Tes tertulis merupakan tes di mana soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Jawaban yang diberikan peserta didik selain dalam bentuk tulisan, dapat juga dalam bentuk mewarnai, menggambar, memberi tanda, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
Bentuk penilaian tertulis dalam bidang sains misalnya: tes pilihan berganda, menjodohkan, isian, uraian terbatas, dan sebab-akibat.
¨ Penilaian proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, pelaporan dan penyajian data.
Bentuk penilaian proyek dalam bidang sains misalnya: Penilaian proses pengerjaan proyek ilmiah yang mewajibkan peserta didik untuk melaporkan perkembangan proyeknya secara berkala dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, melaksanakan serangkaian percobaan, pengolahan data hasil percobaan, pelaporan dan penyajian hasil dalam bentuk demonstrasi dan penyampaian secara lisan maupun tulisan
¨ Penilaian produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk.
Penilaian produk dalam bidang sains misalnya : penilaian hasil percobaan dalam laboratorium baik secara lisan maupun tulisan atau hasil karya.
¨ Penilaian portofolio
Penilaian portofolio merupakan suatu metode penilaian yang mengoleksi dan menyimpan informasi yang dapat digunakan untuk dokumen dan menilai perkembangan peserta didik dan keberhasilannya. Portfolio adalah catatan perkembangan peserta didik yang disusun secara sistematik, yang bertujuan untuk mendukung belajar tuntas. Hasil karya peserta didik dimasukkan kedalam bundel portfolio dipilih yang benar-benar dapat menjadi bukti pencapaian suatu kompetensi. Setiap hasil karya dicatat dalam jurnal atau sebuah format dan ada catatan guru yang menunjukkan tingkat perkembangan sesuai dengan aspek yang dititikberatkan. Komponen penilaian portofolio meliputi catatan guru, hasil pekerjaan peserta didik dan penilaian diri sendiri (self-assessment) peserta didik. Catatan guru didasarkan pada tujuan pembelajaran, ketrampilan, sikap dan profil yang dicapai oleh peserta didik.
¨ Penilaian diri
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.
Penerapan penilaian diri (self-assessment) dalam bidang sains dapat dilakukan dengan cara memberikan lembaran refleksi setelah peserta didik menuntaskan suatu tugas / kegiatan (misalnya: proyek ilmiah, percobaan, presentasi, dan lain-lain)
¨ Komunikasi (Presentasi)
Menilai kemampuan peserta didik dalam menyalurkan ide, pikiran dan perasaan; menyusun data, menganalisa dan mengambil kesimpulan secara jelas dan lengkap dalam laporan praktikum yang dilakukan secara berkala dikelas dan juga dalam karya ilmiah yang mereka buat. Kemampuan komunikasi peserta didik juga dapat dinilai selama kegiatan Strategi Belajar Terpadu (SBT) contohnya dalam diskusi atau debat ilmiah di kelas.
Solo, 27 Agt 2010
Rabu, 25 Agustus 2010
Selasa, 24 Agustus 2010
CARA MENGURANGI DAMPAK NEGATIF MEDIA INTERNET
Saat ini kita sedang berada dalam suatu era yang teramat mengkawatirkan terutama dengan anak-anak dan remaja hubungannya dengan perkembangan media komunikasi baik cetak maupun elektronik dan digital.Ibarat telur diujung tanduk anak dan remaja adalah telurnya.Mari kita lindungi mereka dari pengaruh negatif media.Melalui pendidikan media yang dimasyarakatkan mulai dari Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar.Bukan berarti kita larang mereka menggunakan media,tetapi kita cerdaskan mereka ,agar mereka tahu bagaimana seharusnya menggunakan media.
Kita bersyukur ada sebuah usaha baru untuk menyelamatkan anak bangsa yaitu " Pendidikan Media "oleh YPMA kerja sama dengan UNICEF kita sambut kehadirannya dengan suka cita betapapun itu adalah Dewi Kwuan In yang turun ke dunia untuk melindungi generasi kita agar tidak tergilas globalisasi.Kita sepantasnya menangis melihat anak dan remaja kita menjadi korban wajah buruk Dewa Janus dari media.Tapi kita akan lebih menangis manakala kita sebagai orang dewasa membiarkan bahkan menfasilitasi mereka dan meracuni mereka serta membiarkan mereka berenang berlumuran lumpur pekat yang terpancar dari sisi gelap media seperti televisi,internet dan HP.Agar kita punya bekal untuk melindungi mereka dan mendongeng menghantarkan mereka ke wajah Dewa Janus yang putih berseri harum mewangi menghiasi hati suci yang sedang tumbuh menjadi dewasa yaitu sisi terang dari media Televisi,HP dan internet.Jadikan HP,internet dan televisi sebagai sahabat yang menjadikan kita tambah ilmu,tambah wawasan,dan tambar cerdas serta tambah bijak dalam mengarungi hidup ini agar terbentuk generasi yang mandiri,mampu mengatasi segala masalah yang dihadapi, Sebelum kita membuat anak didik kita melek media kita harus memahami tentang Pendidikan Media .
TENTANG PENDIDIKAN MEDIA !
Perkembangan dunia komunikasi dan transportasi sangat cepat .Khususnya perkembangan teknologi digital itu menjadi tantangan berat bagi dunia pendidikan dan orangtua dalam menyiapkan anak didik untuk dapat menghadapi laju perkembangan media digital yang beraneka ragam bentuk ,model dan format. Tanpa ada pendidikan yang sungguh-sungguh disertai perubahan perilaku nyang nyata serta penyiapan mental yang sungguh-sungguh, maka bisa diperikirakan bahwa anak-anak dan remaja akan menjadi korban dari perkembangan teknologi media yang didominasi dengan hiburan yang cenderung tidak sehat dengan muatan bisnis yang kental.
Misalnya media televisi , banyak tayangan-tayangan yang tidak diperuntukkan bagi anak hal ini tentunya akan berdampak negatif bila anak nekat menontonnya.D,ampak negatif dari tayangan-tayangan yang tidak aman tentunya perlu diwaspadai. Dewasa ini, media televisi sangat memengaruhi anak-anak dengan program-programnya yang banyak menampilkan adegan kekerasan, hal-hal yang terkait dengan seks, mistis, dan penggambaran moral yang menyimpangtayangan sinetron yang menggunakan bahasa kasar serta contoh perilaku buruh misalnya perilaku kejam,merendahkan orang tua dsb. Tayangan televisi yang sangat liberal membuat tidak ada lagi jarak pemisah antara dunia orang dewasa dan anak-anak. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara liberal, namun juga di negara-negara berbudaya timur, karena besarnya infiltrasi media televisi di berbagai penjuru dunia. Dengan kata lain, anak-anak zaman sekarang memiliki kebebasan untuk melihat apa yang seharusnya hanya ditonton oleh orang dewasa.
Di Amerika serikat, dampak media massa terutama televisi dan video game, semakin membuat para orangtua kuatir. Data yang ada menunjukkan bahwa para remaja Amerika Serikat dengan rata-rata usia 15 tahun, menyaksikan aksi pembunuhan brutal sebanyak 25 ribu kali dari televisi dan 200 ribu kali tindak kekerasan dari media massa lainnya. Antara tahun 1950 sampai 1979, terjadi peningkatan jumlah kejahatan berat yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah 15 tahun di AS, sebesar 110 kali lipat, yang berarti peningkatan sebesar 11 ribu persen ("Fenomena Kekerasan Masyarakat Modern", 2007).
Hubungan timbal balik antara anak dengan media
Dari berita di televisi sering kita mendengar berita tentang pembunuhan,perkosaan,perampokan dsb.Gambar-gambar tentang korban kekerasan ditampilkan secara fullgar.Hal ini tentunya akan menjadi sumber inspirasi bagi anak dan remaja untuk cenderung meniru.,tidak hanya itu tayangan sinetron yang sering menggunakan bahasa kasar membuat anak dan remaja menirunya dan justru menjadikan tokohnya sebagai icon gaul anak-anak dan remaja..Akibat dari maraknya foto porno di HP membuat remaja SMP ditemukan bugil di rumah kosong.Sungguh sebuah pemandangan yang membuat kita meneteskan air mata.Tidak heran jika dari waktu ke waktu, banyak sekali kasus mengenai dampak media terutama siaran televisi di Indonesia. Misalnya, akibat meniru adegan di televisi, seorang anak kehilangan nyawanya. Maliki yang berusia tiga belas tahun, tewas setelah mempraktikkan adegan bunuh diri dalam film India di televisi. Rentetan kasus dampak negatif televisi seakan tidak ada habisnya. Masih segar dalam ingatan, kasus "Smack Down" yang juga menelan korban jiwa. Reza, seorang siswa Sekolah Dasar menjadi korban, setelah temannya mempraktikkan adegan smack down kepadanya. Ternyata kasus Reza bukan kasus yang terakhir, ada kasus lainnya di Bandung yang berkaitan dengan tayangan Smack Down. Angga Rakasiwi yang berusia 9 tahun, seorang murid Sekolah Dasar Babakan Surabaya 7 di Kiaracondong, memar-memar karena bermain ala Smack Down dengan teman sekelasnya. Raviansyah (5 tahun), murid sebuah Taman Kanak-kanak di Margahayu Kecamatan Margacinta, terluka setelah bermain Smack Down dengan temannya. Raviansyah bahkan kabarnya sempat muntah darah.
Dampak negatif televisi tidak hanya pada perubahan perilaku, tetapi juga kepada karakter dan mental penontonnya, terutama anak-anak. Stasiun televisi cenderung menyajikan tayangan yang homogen pada pemirsanya. Meski judulnya beragam namun sebenarnya isinya hampir seragam. Beberapa jenis tayangan tersebut di antaranya adalah, sinetron yang kerap dibumbui dengan kekerasan, hedonisme, seks, mistik atau berbagai tayangan infotainment yang disuguhkan dari pagi hingga petang. Ketika diprotes, produser dan pengelola siaran televisi akan beralasan bahwa tayangan-tayangan tersebut dibuat sesuai selera pasar. Buktinya ratingnya tetap tinggi yang berarti diminati oleh masyarakat.
Kasus lain adalah keluhan seorang ibu karena anaknya yang berusia 3,5 tahun bicaranya cadel dan tergagap-gagap. Ternyata anak tersebut meniru karakter utama dalam sinetron Si Yoyo. Sinetron tersebut menampilkan sosok pemuda lugu, yang memiliki perilaku dan pola pikir seperti anak kecil. Terbukti bahwa sinetron tersebut telah menjadi "sihir" bagi anak-anak, sehingga banyak yang meniru karakter si Yoyo.
Setidaknya ada 3 hal penting yang perlu disimak dalam menelaah interaksi antara anak dengan media massa: Pertama, intervensi media terhadap kehidupan anak akan makin bertambah besar dengan intensitas yang semakin tinggi. Pada saat budaya baca belum terbentuk, budaya menonton televisi sudah sangat kuat. Kedua, kehadiran orangtua dalam mendampingi kehidupan anak sehari-hari akan semakin berkurang akibat pola hidup masyarakat modern yang menuntut aktivitas di luar rumah. Ketiga, persaingan bisnis yang makin ketat antar media dalam merebut perhatian khalayak termasuk anak-anak telah mengabaikan tanggungjawab sosial, moral, dan etika, serta pelanggaran hak-hak konsumen. Hal ini diperparah dengan sangat lemahnya regulasi di bidang penyiaran.
Munculnya berbagai dampak tersebut, pada umumnya dapat dilihat sebagai akibat dari kurangnya pemahaman orangtua dalam mengatur dan menjembatani interaksi anak dengan televisi. Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan orangtua dan guru, mereka merasa tidak berdaya dalam menghadapi persoalan ini. Mereka lebih meletakkan harapan pada peran pemerintah dan industri penyiaran televisi agar mendisain ulang program siaran mereka yang sesuai dengan nilai-nilai dan budaya Indonesia sehingga tidak berpengaruh buruk pada anak-anak. Sikap ketidakberdayaan inilah yang harus dikikis dengan memberikan penyadaran bahwa kuncinya bukanlah pada orang lain atau pihak lain, tetapi ada pada si orangtua dan anak itu sendiri. Karena, baik pemerintah maupun industri penyiaran televisi adalah dua pihak yang pada saat ini tidak bisa diharapkan dan tidak akan mampu memenuhi harapan para orangtua.
Untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif buruk dari televisi tentunya tidak dapat didiamkan begitu saja. Dibutuhkan sebuah kemampuan untuk menyikapi media ini dengan bijaksana. Tapi bagaimana mungkin masyarakat dapat bersikap kritis terhadap media jika masyarakat tidak diajarkan bagaimana caranya. Hal ini juga menjadi salah satu kelemahan kurikulum pendidikan di Indonesia. Pendidikan mengenai media hampir terlupakan. Agenda pendidikan media sama sekali belum diperhitungkan oleh penyelenggara negara, khususnya pemegang otoritas pendidikan. Padahal media memiliki kekuatan untuk menjalankan hidden curriculum (kurikulum terselubung) baik yang konstruktif maupun destruktif.
Hal penting yang harus kita lakukan untuk mengurangi dampak negatif media :
Sehubungan dengan hal tersebut di atas masih belum terlambat jika kita membuat semacam jaring pengaman untuk anak-anak kita.Ada beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu :
1.Kita berikan pendidikan media kepada anak didik kita.gunakan gambar dan foto-foto yang menarik kalau perlu pakai video sehingga mereka suka.Rasa suka inilah yang akan membuat mereka lebih mudah dituntun ke perubahan perilaku ke arah positif.
2.Berikan tugas rumah kepada mereka,agar dapat mempertajam sikap kritis terhadap tayangan-tayangan di televisi.
Misalnya : tugas menulis kata-kata kasar dari sinetron,film kartun kemudian anak disuruh menulis pengaruh buruh dari tayangan tersebut.Juga siswa disuruh menulis hal negatif dari sebuah tayangan sinetron dan akibatnya jika kita melihat tayangan tersebut secara terus-menerus.
3.Jadikan perilaku kritis media sebagai kebiasaan dalam kehidupan anak sehari-hari.
4.Dampingi anak ketika melihat televisi.
5.Guru memberikan tambahan tugas rumah,hal ini untuk mengurangi dan mengalihkan perhatiaannya mereka dari nonton TV.
6.Dilaksanakan lomba menulis tentang tayangan televisi yang cocok untuk anak dan yang tidak cocok untuk anak serta pengaruhnya. kegiatan ini bisa dilakukam mulai dari tingkat sekolah,Kecamatan kemudian tingkat kota.
7.Anak disuruh membuat semacam buku kegiatan harian yang isinya pukul berapa belajar ,apa yang dipelajari,dan pukul besara nontoh televisi dan acara apa yang ditonton serta dampak negatifnya terhadap anak.Buku tersebut setiap hari diisi dan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai sudah ditumpuk di meja guru,Guru harus melihat dan memberikan tanda tangan.hal ini sekaligus dilakukan untuk mengetahui apakah anak belajar di rumah atau tidak.
Disamping itu guna membuat jaring pengaman yang lebih luas,ada beberapa hal yang bisa kita lakukan yaitu :
1.Melalui KKG dikembangkan semacam leason stady tentang pembelajaran yang mengintegrasikan pendidikan media,
2.Melalui KKG kita sampaikan pentingnya Pendidikan Media bagi anak dan memberikan motifasi agar mereka mamahami dan menyadari betapa pentingnya pendidikan media bagi anak.
3.Melalui kelompok PKK baik ditingkat Rt atau RW kita sampaikan tentang pendidikan Media serta dampak negatifnya dan tentang melek media kepada ibu-ibu secara bertahap sedikit demi sedikit dan dievaluasi apakah ada perubahan perilaku anak atau belum,jikalau belum nampak perubahan maka kegiatan perlu ditingkatkan lagi.
4.Melalui kegiatan kelompok Bapak-bapak baik ditingkat Rt atau RW,perlu disosialisasikan tentang Pentingnya Pendidikan Media dan melak media.
5.Melalui kelompok karang taruna diadakan lomba tentang pemilihan dalam menonton acara TV dan aman dan lomba siapa yang paling sedikit menggunakan waktunya menontoh TV.
6.Bila dalam wilayah Rt atau RW setempat anak warnet maka kerjasama dengan pengurus Rt dan RW untuk mengontrol anak-anak dan remaja yang menggunakan internet.
7.Orang tua harus memahami benar kegiatan anaknya,jangan mudah percaya bila anak ke warnet,sesekali buntuti mereka tapi jangan sampai mereka tahu !
8.Memperketat izin membuka usaha warnet .
9.Aktivitas anak saat on line termonitor
Wadaslintang, 24 Agustus 2010
Kita bersyukur ada sebuah usaha baru untuk menyelamatkan anak bangsa yaitu " Pendidikan Media "oleh YPMA kerja sama dengan UNICEF kita sambut kehadirannya dengan suka cita betapapun itu adalah Dewi Kwuan In yang turun ke dunia untuk melindungi generasi kita agar tidak tergilas globalisasi.Kita sepantasnya menangis melihat anak dan remaja kita menjadi korban wajah buruk Dewa Janus dari media.Tapi kita akan lebih menangis manakala kita sebagai orang dewasa membiarkan bahkan menfasilitasi mereka dan meracuni mereka serta membiarkan mereka berenang berlumuran lumpur pekat yang terpancar dari sisi gelap media seperti televisi,internet dan HP.Agar kita punya bekal untuk melindungi mereka dan mendongeng menghantarkan mereka ke wajah Dewa Janus yang putih berseri harum mewangi menghiasi hati suci yang sedang tumbuh menjadi dewasa yaitu sisi terang dari media Televisi,HP dan internet.Jadikan HP,internet dan televisi sebagai sahabat yang menjadikan kita tambah ilmu,tambah wawasan,dan tambar cerdas serta tambah bijak dalam mengarungi hidup ini agar terbentuk generasi yang mandiri,mampu mengatasi segala masalah yang dihadapi, Sebelum kita membuat anak didik kita melek media kita harus memahami tentang Pendidikan Media .
TENTANG PENDIDIKAN MEDIA !
Perkembangan dunia komunikasi dan transportasi sangat cepat .Khususnya perkembangan teknologi digital itu menjadi tantangan berat bagi dunia pendidikan dan orangtua dalam menyiapkan anak didik untuk dapat menghadapi laju perkembangan media digital yang beraneka ragam bentuk ,model dan format. Tanpa ada pendidikan yang sungguh-sungguh disertai perubahan perilaku nyang nyata serta penyiapan mental yang sungguh-sungguh, maka bisa diperikirakan bahwa anak-anak dan remaja akan menjadi korban dari perkembangan teknologi media yang didominasi dengan hiburan yang cenderung tidak sehat dengan muatan bisnis yang kental.
Misalnya media televisi , banyak tayangan-tayangan yang tidak diperuntukkan bagi anak hal ini tentunya akan berdampak negatif bila anak nekat menontonnya.D,ampak negatif dari tayangan-tayangan yang tidak aman tentunya perlu diwaspadai. Dewasa ini, media televisi sangat memengaruhi anak-anak dengan program-programnya yang banyak menampilkan adegan kekerasan, hal-hal yang terkait dengan seks, mistis, dan penggambaran moral yang menyimpangtayangan sinetron yang menggunakan bahasa kasar serta contoh perilaku buruh misalnya perilaku kejam,merendahkan orang tua dsb. Tayangan televisi yang sangat liberal membuat tidak ada lagi jarak pemisah antara dunia orang dewasa dan anak-anak. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara liberal, namun juga di negara-negara berbudaya timur, karena besarnya infiltrasi media televisi di berbagai penjuru dunia. Dengan kata lain, anak-anak zaman sekarang memiliki kebebasan untuk melihat apa yang seharusnya hanya ditonton oleh orang dewasa.
Di Amerika serikat, dampak media massa terutama televisi dan video game, semakin membuat para orangtua kuatir. Data yang ada menunjukkan bahwa para remaja Amerika Serikat dengan rata-rata usia 15 tahun, menyaksikan aksi pembunuhan brutal sebanyak 25 ribu kali dari televisi dan 200 ribu kali tindak kekerasan dari media massa lainnya. Antara tahun 1950 sampai 1979, terjadi peningkatan jumlah kejahatan berat yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah 15 tahun di AS, sebesar 110 kali lipat, yang berarti peningkatan sebesar 11 ribu persen ("Fenomena Kekerasan Masyarakat Modern", 2007).
Hubungan timbal balik antara anak dengan media
Dari berita di televisi sering kita mendengar berita tentang pembunuhan,perkosaan,perampokan dsb.Gambar-gambar tentang korban kekerasan ditampilkan secara fullgar.Hal ini tentunya akan menjadi sumber inspirasi bagi anak dan remaja untuk cenderung meniru.,tidak hanya itu tayangan sinetron yang sering menggunakan bahasa kasar membuat anak dan remaja menirunya dan justru menjadikan tokohnya sebagai icon gaul anak-anak dan remaja..Akibat dari maraknya foto porno di HP membuat remaja SMP ditemukan bugil di rumah kosong.Sungguh sebuah pemandangan yang membuat kita meneteskan air mata.Tidak heran jika dari waktu ke waktu, banyak sekali kasus mengenai dampak media terutama siaran televisi di Indonesia. Misalnya, akibat meniru adegan di televisi, seorang anak kehilangan nyawanya. Maliki yang berusia tiga belas tahun, tewas setelah mempraktikkan adegan bunuh diri dalam film India di televisi. Rentetan kasus dampak negatif televisi seakan tidak ada habisnya. Masih segar dalam ingatan, kasus "Smack Down" yang juga menelan korban jiwa. Reza, seorang siswa Sekolah Dasar menjadi korban, setelah temannya mempraktikkan adegan smack down kepadanya. Ternyata kasus Reza bukan kasus yang terakhir, ada kasus lainnya di Bandung yang berkaitan dengan tayangan Smack Down. Angga Rakasiwi yang berusia 9 tahun, seorang murid Sekolah Dasar Babakan Surabaya 7 di Kiaracondong, memar-memar karena bermain ala Smack Down dengan teman sekelasnya. Raviansyah (5 tahun), murid sebuah Taman Kanak-kanak di Margahayu Kecamatan Margacinta, terluka setelah bermain Smack Down dengan temannya. Raviansyah bahkan kabarnya sempat muntah darah.
Dampak negatif televisi tidak hanya pada perubahan perilaku, tetapi juga kepada karakter dan mental penontonnya, terutama anak-anak. Stasiun televisi cenderung menyajikan tayangan yang homogen pada pemirsanya. Meski judulnya beragam namun sebenarnya isinya hampir seragam. Beberapa jenis tayangan tersebut di antaranya adalah, sinetron yang kerap dibumbui dengan kekerasan, hedonisme, seks, mistik atau berbagai tayangan infotainment yang disuguhkan dari pagi hingga petang. Ketika diprotes, produser dan pengelola siaran televisi akan beralasan bahwa tayangan-tayangan tersebut dibuat sesuai selera pasar. Buktinya ratingnya tetap tinggi yang berarti diminati oleh masyarakat.
Kasus lain adalah keluhan seorang ibu karena anaknya yang berusia 3,5 tahun bicaranya cadel dan tergagap-gagap. Ternyata anak tersebut meniru karakter utama dalam sinetron Si Yoyo. Sinetron tersebut menampilkan sosok pemuda lugu, yang memiliki perilaku dan pola pikir seperti anak kecil. Terbukti bahwa sinetron tersebut telah menjadi "sihir" bagi anak-anak, sehingga banyak yang meniru karakter si Yoyo.
Setidaknya ada 3 hal penting yang perlu disimak dalam menelaah interaksi antara anak dengan media massa: Pertama, intervensi media terhadap kehidupan anak akan makin bertambah besar dengan intensitas yang semakin tinggi. Pada saat budaya baca belum terbentuk, budaya menonton televisi sudah sangat kuat. Kedua, kehadiran orangtua dalam mendampingi kehidupan anak sehari-hari akan semakin berkurang akibat pola hidup masyarakat modern yang menuntut aktivitas di luar rumah. Ketiga, persaingan bisnis yang makin ketat antar media dalam merebut perhatian khalayak termasuk anak-anak telah mengabaikan tanggungjawab sosial, moral, dan etika, serta pelanggaran hak-hak konsumen. Hal ini diperparah dengan sangat lemahnya regulasi di bidang penyiaran.
Munculnya berbagai dampak tersebut, pada umumnya dapat dilihat sebagai akibat dari kurangnya pemahaman orangtua dalam mengatur dan menjembatani interaksi anak dengan televisi. Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan orangtua dan guru, mereka merasa tidak berdaya dalam menghadapi persoalan ini. Mereka lebih meletakkan harapan pada peran pemerintah dan industri penyiaran televisi agar mendisain ulang program siaran mereka yang sesuai dengan nilai-nilai dan budaya Indonesia sehingga tidak berpengaruh buruk pada anak-anak. Sikap ketidakberdayaan inilah yang harus dikikis dengan memberikan penyadaran bahwa kuncinya bukanlah pada orang lain atau pihak lain, tetapi ada pada si orangtua dan anak itu sendiri. Karena, baik pemerintah maupun industri penyiaran televisi adalah dua pihak yang pada saat ini tidak bisa diharapkan dan tidak akan mampu memenuhi harapan para orangtua.
Untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif buruk dari televisi tentunya tidak dapat didiamkan begitu saja. Dibutuhkan sebuah kemampuan untuk menyikapi media ini dengan bijaksana. Tapi bagaimana mungkin masyarakat dapat bersikap kritis terhadap media jika masyarakat tidak diajarkan bagaimana caranya. Hal ini juga menjadi salah satu kelemahan kurikulum pendidikan di Indonesia. Pendidikan mengenai media hampir terlupakan. Agenda pendidikan media sama sekali belum diperhitungkan oleh penyelenggara negara, khususnya pemegang otoritas pendidikan. Padahal media memiliki kekuatan untuk menjalankan hidden curriculum (kurikulum terselubung) baik yang konstruktif maupun destruktif.
Hal penting yang harus kita lakukan untuk mengurangi dampak negatif media :
Sehubungan dengan hal tersebut di atas masih belum terlambat jika kita membuat semacam jaring pengaman untuk anak-anak kita.Ada beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu :
1.Kita berikan pendidikan media kepada anak didik kita.gunakan gambar dan foto-foto yang menarik kalau perlu pakai video sehingga mereka suka.Rasa suka inilah yang akan membuat mereka lebih mudah dituntun ke perubahan perilaku ke arah positif.
2.Berikan tugas rumah kepada mereka,agar dapat mempertajam sikap kritis terhadap tayangan-tayangan di televisi.
Misalnya : tugas menulis kata-kata kasar dari sinetron,film kartun kemudian anak disuruh menulis pengaruh buruh dari tayangan tersebut.Juga siswa disuruh menulis hal negatif dari sebuah tayangan sinetron dan akibatnya jika kita melihat tayangan tersebut secara terus-menerus.
3.Jadikan perilaku kritis media sebagai kebiasaan dalam kehidupan anak sehari-hari.
4.Dampingi anak ketika melihat televisi.
5.Guru memberikan tambahan tugas rumah,hal ini untuk mengurangi dan mengalihkan perhatiaannya mereka dari nonton TV.
6.Dilaksanakan lomba menulis tentang tayangan televisi yang cocok untuk anak dan yang tidak cocok untuk anak serta pengaruhnya. kegiatan ini bisa dilakukam mulai dari tingkat sekolah,Kecamatan kemudian tingkat kota.
7.Anak disuruh membuat semacam buku kegiatan harian yang isinya pukul berapa belajar ,apa yang dipelajari,dan pukul besara nontoh televisi dan acara apa yang ditonton serta dampak negatifnya terhadap anak.Buku tersebut setiap hari diisi dan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai sudah ditumpuk di meja guru,Guru harus melihat dan memberikan tanda tangan.hal ini sekaligus dilakukan untuk mengetahui apakah anak belajar di rumah atau tidak.
Disamping itu guna membuat jaring pengaman yang lebih luas,ada beberapa hal yang bisa kita lakukan yaitu :
1.Melalui KKG dikembangkan semacam leason stady tentang pembelajaran yang mengintegrasikan pendidikan media,
2.Melalui KKG kita sampaikan pentingnya Pendidikan Media bagi anak dan memberikan motifasi agar mereka mamahami dan menyadari betapa pentingnya pendidikan media bagi anak.
3.Melalui kelompok PKK baik ditingkat Rt atau RW kita sampaikan tentang pendidikan Media serta dampak negatifnya dan tentang melek media kepada ibu-ibu secara bertahap sedikit demi sedikit dan dievaluasi apakah ada perubahan perilaku anak atau belum,jikalau belum nampak perubahan maka kegiatan perlu ditingkatkan lagi.
4.Melalui kegiatan kelompok Bapak-bapak baik ditingkat Rt atau RW,perlu disosialisasikan tentang Pentingnya Pendidikan Media dan melak media.
5.Melalui kelompok karang taruna diadakan lomba tentang pemilihan dalam menonton acara TV dan aman dan lomba siapa yang paling sedikit menggunakan waktunya menontoh TV.
6.Bila dalam wilayah Rt atau RW setempat anak warnet maka kerjasama dengan pengurus Rt dan RW untuk mengontrol anak-anak dan remaja yang menggunakan internet.
7.Orang tua harus memahami benar kegiatan anaknya,jangan mudah percaya bila anak ke warnet,sesekali buntuti mereka tapi jangan sampai mereka tahu !
8.Memperketat izin membuka usaha warnet .
9.Aktivitas anak saat on line termonitor
Wadaslintang, 24 Agustus 2010
Langganan:
Postingan (Atom)