(Sebuah Kajian terhadap Masalah-Masalah Sosial yang Terjadi Dewasa ini)
Oleh: Pupu Saeful Rahmat
Staf Pengajar pada Prodi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Kuningan
Abstrak
Wacana Pendidikan Multikultural di IndonesiaIndonesia, sebagaimana negara berkembang lainnya memiliki permasalahan sosial yang tidak sederhana. Namun, penting untuk dipertanyakan mengapa Indonesia lebih tertinggal dari Malaysia atau Singapura, padahal Indonesia lebih awal merdeka. Padahal konon Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat baik. Tetapi mengapa kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini hanya berada pada peringkat ke-109 dari 174 negara di dunia. Bahkan yang paling mengerikan, Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan.
Krisis ekonomi yang dikuti dengan berbagai krisis lainnya, menyadarkan kita akan pentingnya modal sosial. Modal sosial merupakan energi kolektif masyarakat yang berupa kebersamaan, solidaritas, kerjasama, tolerasi, kepercayaan, dan tanggung jawab tiap anggota masyarakat dalam memainkan setiap peran yang diamanahkan. Bila energi kolektif hancur maka hancur pulalah keharmonisan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam masyarakat.
Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis serta masalah-masalah sosial yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran. Hal ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.
Kata Kunci: Pendidikan, Multikultural, Masalah sosial.
1. Pendahuluan
Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya.
Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus Ambon, Sampit, konflik antara FPI dan kelompok Achmadiyah, dan sebagainya telah menyadarkan kepada kita bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa,
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.
2. Perspektif Tentang Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai gerakan reformasi pendidikan di AS selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang mendasar seperti integrasi sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan. Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat kegagalan dan putus sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang berpendapat bahwa murid-murid tersebut tidak memiliki pengetahuan budaya yang memadai untuk mencapai keberhasilan akademik.
Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian pada hubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan.
Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial.
Wacana multikulturalisme untuk konteks di Indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara menjadi kacau balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota masyarakat. Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak semakin mempertanyakan kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang berubah, serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia bisa hidup damai dengan meminimalisir potensi konflik.
Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
3. Implementasi Dalam Dunia Pendidikan
Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.
Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial.
Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di negara ini.
Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.
Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik.
Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut.
Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:
* Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
* Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
* Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
* Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
4. Penutup
Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
Dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
Tak kalah penting wacana pendidikan multikultural ini dapat diimplementasikan dalam lingkup keluarga. Di mana keluarga sebagai institusi sosial terkecil dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga. Peran orangtua dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota keluarga yang lain merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mendukung terciptanya sistem sosial yang lebih berkeadilan.
5. Daftar Pustaka
Banks, J (1993), Multicultural Eeducation: Historical Development,Dimension, and Practice. Review of Research in Education.
——, (1994), An Introduction to Multicultural Education, Needham Heights, MA
Kuper, Adam & Jessica Kuper (2000), Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional.
Zubaidi (2005), Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Kamis, 22 Juli 2010
Pendidikan yang Memerdekakan
Pendidikan yang MemerdekakanPendidikan bukanlah sebuah proses penjinakkan (domestikasi), yang memandang individu sebagai makhluk liar yang harus dijinakkan oleh sang pawang. Demikian pula, pendidikan bukanlah proses cuci otak dengan memasukkan doktrin-doktrin yang tidak sejalan dengan fitrah kemanusiaan yang dimilikinya.
Pendidikan semacam ini hanya akan menghasilkan manusia-manusia robot yang serba mekanistis. Menjadikan manusia tak ubahnya seperti burung beo, yang hanya sanggup berkata seperti apa yang diajarkan sang pawang atau menjadikannya seperti bebek, yang selalu mengekor pada yang lain. Tidak mandiri dan sangat miskin kreativitas !
Inilah pendidikan yang memenjarakan sekaligus mengingkari fitrah kemanusiaan, yang disadari atau tidak disadari, praktik pendidikan semacam ini tampaknya masih mewarnai pada sebagian kehidupan di negeri ini, baik pada lingkungan pendidikan formal maupun nonformal.
Adalah fitrah manusia, terlahir dengan dibekali segenap potensi masing-masing, yang mungkin antara satu individu dengan individu lainnya berbeda. Maka disinilah, tugas utama pendidikan untuk dapat menyediakan lingkungan belajar agar setiap individu dapat berkembang optimal menjadi dirinya sendiri, sejalan dengan fitrah dan pilihannya masing-masing.
Jangan paksa mereka menjadi tentara, kalau memang potensi dan pilihan mereka menjadi seniman. Yang terpenting adalah berikan kesempatan yang luas kepada mereka untuk dapat mewujudkan dirinya sebagai seniman yang sukses!
Saya kira itulah pendidikan yang MEMERDEKAKAN, didalamnya terkandung kemandirian, kreativitas, tanggung jawab dan tanpa paksaan. Oleh karena itu, mari kita belajar menjadi pendidik yang MERDEKA dan mari belajarkan anak-anak didik kita tentang arti KEMERDEKAAN yang sesungguhnya, sehingga kelak mereka dapat menjadi manusia-manusia yang MERDEKA.
Pendidikan semacam ini hanya akan menghasilkan manusia-manusia robot yang serba mekanistis. Menjadikan manusia tak ubahnya seperti burung beo, yang hanya sanggup berkata seperti apa yang diajarkan sang pawang atau menjadikannya seperti bebek, yang selalu mengekor pada yang lain. Tidak mandiri dan sangat miskin kreativitas !
Inilah pendidikan yang memenjarakan sekaligus mengingkari fitrah kemanusiaan, yang disadari atau tidak disadari, praktik pendidikan semacam ini tampaknya masih mewarnai pada sebagian kehidupan di negeri ini, baik pada lingkungan pendidikan formal maupun nonformal.
Adalah fitrah manusia, terlahir dengan dibekali segenap potensi masing-masing, yang mungkin antara satu individu dengan individu lainnya berbeda. Maka disinilah, tugas utama pendidikan untuk dapat menyediakan lingkungan belajar agar setiap individu dapat berkembang optimal menjadi dirinya sendiri, sejalan dengan fitrah dan pilihannya masing-masing.
Jangan paksa mereka menjadi tentara, kalau memang potensi dan pilihan mereka menjadi seniman. Yang terpenting adalah berikan kesempatan yang luas kepada mereka untuk dapat mewujudkan dirinya sebagai seniman yang sukses!
Saya kira itulah pendidikan yang MEMERDEKAKAN, didalamnya terkandung kemandirian, kreativitas, tanggung jawab dan tanpa paksaan. Oleh karena itu, mari kita belajar menjadi pendidik yang MERDEKA dan mari belajarkan anak-anak didik kita tentang arti KEMERDEKAAN yang sesungguhnya, sehingga kelak mereka dapat menjadi manusia-manusia yang MERDEKA.
Pendidikan Holistik
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual. Secara historis, pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang baru.
Pendidikan Holistik
Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik, diantaranya : Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, Friedrich Froebel dan Francisco Ferrer. Berikutnya, kita mencatat beberapa tokoh lainnya yang dianggap sebagai pendukung pendidikan holistik, adalah : Rudolf Steiner, Maria Montessori, Francis Parker, John Dewey, John Caldwell Holt, George Dennison Kieran Egan, Howard Gardner, Jiddu Krishnamurti, Carl Jung, Abraham Maslow, Carl Rogers, Paul Goodman, Ivan Illich, dan Paulo Freire.
Pemikiran dan gagasan inti dari para perintis pendidikan holistik sempat tenggelam sampai dengan terjadinya loncatan paradigma kultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari kalangan penganut aliran holistik. Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan Holistik Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas California pada bulan Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The National Center for the Exploration of Human Potential. Enam tahun kemudian, para penganut pendidikan holistik mulai memperkenalkan tentang dasar pendidikan holistik dengan sebutan 3 R’s, akronim dari relationship, responsibility dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan 3 R’s ini lebih diartikan sebagai writing, reading dan arithmetic atau di Indonesia dikenal dengan sebutan calistung (membaca, menulis dan berhitung).
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).
Jika merujuk pada pemikiran Abraham Maslow, maka pendidikan harus dapat mengantarkan peserta didik untuk memperoleh aktualisasi diri (self-actualization) yang ditandai dengan adanya: (1) kesadaran; (2) kejujuran; (3) kebebasan atau kemandirian; dan (4) kepercayaan.
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Dalam pendidikan holistik, peran dan otoritas guru untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan guru lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Forbes (1996) mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan guru bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama lebih utama dari pada kompetisi.
Gagasan pendidikan holistik telah mendorong terbentuknya model-model pendidikan alternatif, yang mungkin dalam penyelenggaraannya sangat jauh berbeda dengan pendidikan pada umumnya, salah satunya adalah homeschooling
Wadaslintang, 24 Juli 2010
Pendidikan Holistik
Beberapa tokoh klasik perintis pendidikan holistik, diantaranya : Jean Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johann Pestalozzi, Friedrich Froebel dan Francisco Ferrer. Berikutnya, kita mencatat beberapa tokoh lainnya yang dianggap sebagai pendukung pendidikan holistik, adalah : Rudolf Steiner, Maria Montessori, Francis Parker, John Dewey, John Caldwell Holt, George Dennison Kieran Egan, Howard Gardner, Jiddu Krishnamurti, Carl Jung, Abraham Maslow, Carl Rogers, Paul Goodman, Ivan Illich, dan Paulo Freire.
Pemikiran dan gagasan inti dari para perintis pendidikan holistik sempat tenggelam sampai dengan terjadinya loncatan paradigma kultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari kalangan penganut aliran holistik. Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan Holistik Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas California pada bulan Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The National Center for the Exploration of Human Potential. Enam tahun kemudian, para penganut pendidikan holistik mulai memperkenalkan tentang dasar pendidikan holistik dengan sebutan 3 R’s, akronim dari relationship, responsibility dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan 3 R’s ini lebih diartikan sebagai writing, reading dan arithmetic atau di Indonesia dikenal dengan sebutan calistung (membaca, menulis dan berhitung).
Tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya (Basil Bernstein).
Jika merujuk pada pemikiran Abraham Maslow, maka pendidikan harus dapat mengantarkan peserta didik untuk memperoleh aktualisasi diri (self-actualization) yang ditandai dengan adanya: (1) kesadaran; (2) kejujuran; (3) kebebasan atau kemandirian; dan (4) kepercayaan.
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Dalam pendidikan holistik, peran dan otoritas guru untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan guru lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator. Forbes (1996) mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah berpengalaman dan menyenangkan.
Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik dan guru bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama lebih utama dari pada kompetisi.
Gagasan pendidikan holistik telah mendorong terbentuknya model-model pendidikan alternatif, yang mungkin dalam penyelenggaraannya sangat jauh berbeda dengan pendidikan pada umumnya, salah satunya adalah homeschooling
Wadaslintang, 24 Juli 2010
Apa itu Critical Pedagogy
1. Secara bahasa, pedagogi berasal dari bahasa yunani kuno terdiri dari dua kata yaitu Pais yang berarti anak (child) dan Agi yang berarti memimpin (lead), jadi pedagogi berarti lead the child atau memimpin anak. Dalam perkembangannya pedagogi sering dimaknai sebagai pendidikan/ilmu mendidik (ilmu mendidik anak yang belum dewasa), sedangkan mendidik/ilmu mendidik orang dewasa disebut andragogi. Meskipun demikian penggunaan istilah pedagogi sering dimaksudkan sebagai pendidikan dalam arti umum/luas (education) tanpa membedakan tingkatan usia kematangan seseorang.
Critical Pedagogy/Pendidikan Kritis
2. Pedagogi kritis (critical pedagogy) merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya membantu murid mempertanyakan dan menantang dominasi serta keyakinan dan praktek-praktek yang mendominasi (wikipedia). the term has traditionally referred to educational theory and teaching and learning practices that are designed to raise learners’ critical consciousness regarding oppressive social conditions. In addition to its focus on personal liberation through the development of critical consciousness, critical pedagogy also has a more collective political component, in that critical consciousness is positioned as the necessary first step of a larger collective political struggle to challenge and transform oppressive social conditions and to create a more egalitarian society. Pedagogi kritis (critical pedagogy) dapat dimaknai sebagai pendidikan kritis yaitu pendidikan yang selalu mempertanyakan mengkritisi pendidikan itu sendiri dalam hal-hal fundamental tentang pendidikan baik dalam tataran filosofis, teori, sistem, kebijakan maupun implementasi implementasi
3. Dalam tataran filosofis pedagogi kritis merupakan tantangan dan kritik akan kemapanan modernisme serta kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bersifat oppresive dalam situasi sosial yang juga opresif karena mengacu pada pandangan metanarasi/grand narasi yang mengabaikan narasi-narasi lokal. Oleh karena itu pedagogi kritis sering diindukan/diilhami/terkait dengan mazhab Frankfurt dan post modernisme, non essensialisme karena tekanan yang amat kuat pada pendidikan sebagai praktek pembebasan manusia dari tatanan sosial ekonomi yang termanifestasikan dalam proses pendidikan. Pedagogi kritis mendapat pengaruh yang kuat dari pemikiran-pemikiran Paulo Freire (sering dipandang sebagai pelopor pemikir pedagogi kritis) seorang pendidik asal Brazil (pernah menjadi Menteri Pendidikan) yang dalam karya tulisnya (bukunya antara lain : Education as the practice of liberation, Pedagogy oh the oppressed, pedagogy of the heart, The Politic of Education, Culture, Power, and Liberation) menjelaskan/mengelaborasi bagaimana pendidikan harus dilaksanakan dalam upaya membebaskan manusia situasi sosial dan pendidikan yang menekan, mendominasi dan menjadikan manusia harus menerima apa adanya dalam situasi sosial yang ada tanpa menyadari dan mengkritisi situasi tersebut.
4. Pedagogi kritis mempunyai akar/dimensi ideologi politik dalam konteks perjuangan sosial/tranformasi kondisi sosial politik dari kekuasaan yang opresif untuk mencapai tatanan sosial politik yang adil dan egaliter, dimensi filosofis berkaitan dengan makna dan tujuan pendidikan terkait dengan pendidikan sebagai praktek pembebasan dan dimensi praktis pemberdayaan manusia/individu/peserta didik melalui konsep Conscientization (pewujudan kesadaran kritis/the coming to critical consciousness). konsentisasi akan membawa pada pendidikan yang membebaskan yang berfokus pada pengembangan kesadaran kritis melalui pemahaman hubungan antara masalah individu dan pengalaman dengan konteks sosial dimana individu itu berada, untuk itu langkah praxis penting untuk dilakukan sebagai pendekatan reflektif atas tindakan yang melibatkan siklus teori, aplikasi, evaluasi, refleksi dan kemudian kembali lagi pada teori. Siklus tersebut akan mendorong kesadaran kritis manusia akan diridan lingkungannya.
5. Dalam tataran praktek pendidikan/pembelajaran terdapat beberapa konsep penting yang menjadi bagian dari pedagogi kritis antara lain Constructivism, Banking concept of education, Problem posing education, Dialogical method. Meskipun Konsep-konsep tersebut terkait dengan seluruh dimensi dari pedagogi kritis, namun dalam implementasinya dapat terjadi meskipun mengacu pada kepentingan praktis pragmatis tanpa mengaitkannya dengan dimensi ideologi politis, sehingga pelaksanaan tersebut dapat dipandang sebagai bagian yang menyerap pedagogi kritis, baik karena kesadaran ideologis, maupun kesadaran akan pentingnya hal tersebut dalam meningkatkan mutu pendidikan guna mempu dalam menghadapi tantangan perubahan yang cepat.
6. Constructivism merupakan landasan filosofis bagi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning), dimana siswa/peserta didik merupakan subjek yang aktif dalam mengkontruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman melalui aksi dan refleksi (learning as an active process in which learners construct their own understanding and knowledge of the world through action and reflection. Constructivists argue that individuals generate rules and mental models as the result of their experiences with both other human subjects and their environments and in turn use these rules and models to make sense of new experiences). Untuk itu pembelajaran tidak bisa memandang bahwa peserta didik sebagai bejana yang harus diisi oleh guru/pendidik sebagaimana layaknya menabung di bank dan guru sebagai penabungnya untuk mengisi tabungan peserta didik yang masih kosong (education.. as an act of depositing, in which the students are the depositories and the teacher is the depositor ->Banking concept of education).
7. Untuk menjadikan peserta didik/siswa aktif dalam pemerolehan pengetahuan, maka diperlukan strategi dan metode yang menghadapkan siswa dengan masalah yang dialaminya melalui Problem posing education atau pendidikan hadap masalah dimana education as the process of transferring information, and embraces a view of education as consisting of acts of cognition that take place through dialogue. Students and teachers become critical co-investigators in dialogue with each other. Dalam kondisi ini tidak ada satu fihak mengajar fihak lain tapi semua fihak belajar Men teach each other, mediated by the world, by the cognizable objects which in banking education are ‘owned’ by the teacher”
8. Guna mengimplementasikan problem posing education dalam tataran praktis pembelajaran, maka metode dialog (Dialogical method) menjadi suatu cara kondusif yang dapat mengembangkan dan memperkuat proses pembelajaran bersama dalam metode ini semua mengajar dan semua belajar dengan cara ini pembelajaran menjadi sangat egaliter dimana tak ada fihak mendominasi fihak lain Pendidik dan Peserta didik sama-sama belajar dari masalah-masalah yang dialami dalam kehidupannya. in this method, all teach and all learn. The dialogical approach contrasts with the anti-dialogical method, which positions the teacher as the transmitter of knowledge, a hierarchical framework that leads to domination and oppression through the silencing of students’ knowledge and experiences. Metode dialog ini amat menentukan pendidikan yang benar seperti pernyataan Freire bahwa “without dialog there is no communication, and without communication there can be no true education“.
9. Pedagogi kritis sebenarnya bukan hal yang baru, setiap waktu banyak pakar mengkritisi pendidikan dari muali sistem sampai implementasi dalam tataran mikro operasional, semua itu pada dasarnya menjadi khasanah bagi kita untuk terus mencari upaya yang makin baik dalam meningkatkan mutu pendidikan bukan hanya dalam konteks output tapi juga dalam konteks peningkatan mutu kehidupan masyarakat dalam struktur sosial, politik dan ekonomi yang adil, egaliter dan sejahtera serta memanusiakan manusia manusiawi. Terlepas dari dimensi politik ideologi dan teori yang rumit, implementasi pembelajaran di kelas dapat mengambil manfaat dari pedagogi kritis ini untuk meningkatkan mutu pembelajaran dalam membantu generasi mendatang memiliki karakter yang baik serta kapabilitas produktif yang tinggi dengan basis nilai yang dapat menjadikan manusia manusiawi.
Wadaslintang, 24 Juli 2010
Critical Pedagogy/Pendidikan Kritis
2. Pedagogi kritis (critical pedagogy) merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya membantu murid mempertanyakan dan menantang dominasi serta keyakinan dan praktek-praktek yang mendominasi (wikipedia). the term has traditionally referred to educational theory and teaching and learning practices that are designed to raise learners’ critical consciousness regarding oppressive social conditions. In addition to its focus on personal liberation through the development of critical consciousness, critical pedagogy also has a more collective political component, in that critical consciousness is positioned as the necessary first step of a larger collective political struggle to challenge and transform oppressive social conditions and to create a more egalitarian society. Pedagogi kritis (critical pedagogy) dapat dimaknai sebagai pendidikan kritis yaitu pendidikan yang selalu mempertanyakan mengkritisi pendidikan itu sendiri dalam hal-hal fundamental tentang pendidikan baik dalam tataran filosofis, teori, sistem, kebijakan maupun implementasi implementasi
3. Dalam tataran filosofis pedagogi kritis merupakan tantangan dan kritik akan kemapanan modernisme serta kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bersifat oppresive dalam situasi sosial yang juga opresif karena mengacu pada pandangan metanarasi/grand narasi yang mengabaikan narasi-narasi lokal. Oleh karena itu pedagogi kritis sering diindukan/diilhami/terkait dengan mazhab Frankfurt dan post modernisme, non essensialisme karena tekanan yang amat kuat pada pendidikan sebagai praktek pembebasan manusia dari tatanan sosial ekonomi yang termanifestasikan dalam proses pendidikan. Pedagogi kritis mendapat pengaruh yang kuat dari pemikiran-pemikiran Paulo Freire (sering dipandang sebagai pelopor pemikir pedagogi kritis) seorang pendidik asal Brazil (pernah menjadi Menteri Pendidikan) yang dalam karya tulisnya (bukunya antara lain : Education as the practice of liberation, Pedagogy oh the oppressed, pedagogy of the heart, The Politic of Education, Culture, Power, and Liberation) menjelaskan/mengelaborasi bagaimana pendidikan harus dilaksanakan dalam upaya membebaskan manusia situasi sosial dan pendidikan yang menekan, mendominasi dan menjadikan manusia harus menerima apa adanya dalam situasi sosial yang ada tanpa menyadari dan mengkritisi situasi tersebut.
4. Pedagogi kritis mempunyai akar/dimensi ideologi politik dalam konteks perjuangan sosial/tranformasi kondisi sosial politik dari kekuasaan yang opresif untuk mencapai tatanan sosial politik yang adil dan egaliter, dimensi filosofis berkaitan dengan makna dan tujuan pendidikan terkait dengan pendidikan sebagai praktek pembebasan dan dimensi praktis pemberdayaan manusia/individu/peserta didik melalui konsep Conscientization (pewujudan kesadaran kritis/the coming to critical consciousness). konsentisasi akan membawa pada pendidikan yang membebaskan yang berfokus pada pengembangan kesadaran kritis melalui pemahaman hubungan antara masalah individu dan pengalaman dengan konteks sosial dimana individu itu berada, untuk itu langkah praxis penting untuk dilakukan sebagai pendekatan reflektif atas tindakan yang melibatkan siklus teori, aplikasi, evaluasi, refleksi dan kemudian kembali lagi pada teori. Siklus tersebut akan mendorong kesadaran kritis manusia akan diridan lingkungannya.
5. Dalam tataran praktek pendidikan/pembelajaran terdapat beberapa konsep penting yang menjadi bagian dari pedagogi kritis antara lain Constructivism, Banking concept of education, Problem posing education, Dialogical method. Meskipun Konsep-konsep tersebut terkait dengan seluruh dimensi dari pedagogi kritis, namun dalam implementasinya dapat terjadi meskipun mengacu pada kepentingan praktis pragmatis tanpa mengaitkannya dengan dimensi ideologi politis, sehingga pelaksanaan tersebut dapat dipandang sebagai bagian yang menyerap pedagogi kritis, baik karena kesadaran ideologis, maupun kesadaran akan pentingnya hal tersebut dalam meningkatkan mutu pendidikan guna mempu dalam menghadapi tantangan perubahan yang cepat.
6. Constructivism merupakan landasan filosofis bagi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning), dimana siswa/peserta didik merupakan subjek yang aktif dalam mengkontruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman melalui aksi dan refleksi (learning as an active process in which learners construct their own understanding and knowledge of the world through action and reflection. Constructivists argue that individuals generate rules and mental models as the result of their experiences with both other human subjects and their environments and in turn use these rules and models to make sense of new experiences). Untuk itu pembelajaran tidak bisa memandang bahwa peserta didik sebagai bejana yang harus diisi oleh guru/pendidik sebagaimana layaknya menabung di bank dan guru sebagai penabungnya untuk mengisi tabungan peserta didik yang masih kosong (education.. as an act of depositing, in which the students are the depositories and the teacher is the depositor ->Banking concept of education).
7. Untuk menjadikan peserta didik/siswa aktif dalam pemerolehan pengetahuan, maka diperlukan strategi dan metode yang menghadapkan siswa dengan masalah yang dialaminya melalui Problem posing education atau pendidikan hadap masalah dimana education as the process of transferring information, and embraces a view of education as consisting of acts of cognition that take place through dialogue. Students and teachers become critical co-investigators in dialogue with each other. Dalam kondisi ini tidak ada satu fihak mengajar fihak lain tapi semua fihak belajar Men teach each other, mediated by the world, by the cognizable objects which in banking education are ‘owned’ by the teacher”
8. Guna mengimplementasikan problem posing education dalam tataran praktis pembelajaran, maka metode dialog (Dialogical method) menjadi suatu cara kondusif yang dapat mengembangkan dan memperkuat proses pembelajaran bersama dalam metode ini semua mengajar dan semua belajar dengan cara ini pembelajaran menjadi sangat egaliter dimana tak ada fihak mendominasi fihak lain Pendidik dan Peserta didik sama-sama belajar dari masalah-masalah yang dialami dalam kehidupannya. in this method, all teach and all learn. The dialogical approach contrasts with the anti-dialogical method, which positions the teacher as the transmitter of knowledge, a hierarchical framework that leads to domination and oppression through the silencing of students’ knowledge and experiences. Metode dialog ini amat menentukan pendidikan yang benar seperti pernyataan Freire bahwa “without dialog there is no communication, and without communication there can be no true education“.
9. Pedagogi kritis sebenarnya bukan hal yang baru, setiap waktu banyak pakar mengkritisi pendidikan dari muali sistem sampai implementasi dalam tataran mikro operasional, semua itu pada dasarnya menjadi khasanah bagi kita untuk terus mencari upaya yang makin baik dalam meningkatkan mutu pendidikan bukan hanya dalam konteks output tapi juga dalam konteks peningkatan mutu kehidupan masyarakat dalam struktur sosial, politik dan ekonomi yang adil, egaliter dan sejahtera serta memanusiakan manusia manusiawi. Terlepas dari dimensi politik ideologi dan teori yang rumit, implementasi pembelajaran di kelas dapat mengambil manfaat dari pedagogi kritis ini untuk meningkatkan mutu pembelajaran dalam membantu generasi mendatang memiliki karakter yang baik serta kapabilitas produktif yang tinggi dengan basis nilai yang dapat menjadikan manusia manusiawi.
Wadaslintang, 24 Juli 2010
Selasa, 20 Juli 2010
Senin, 19 Juli 2010
Peraturan Baru 2010 Disiplin PNS
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP No 30 Th 1980 telah dicabut/dinyatakan tidak berlaku dengan terbitnya PP No 53 Th 2010 yang berlaku mulai 6 Juni 2010.
Aturan yang penting untuk dipahami adalah kewajiban dan sanksi yang diterima atas pelanggaran. Salah satu jenis pelanggaran mengenai disiplin kerja “bolos” tidak masuk kerja dijelaskan bahwa yang dimaksud jumlah hari bolos kerja adalah akumulasi satu tahun.
Selain itu, bolos dalam hitungan jam juga dapat dikenakan sanksi. PNS wajib untuk “masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja” yakni wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja.)
Sanksi pelanggaran masuk kerja secara ringkas sebagai berikut:
Lama bolos Kerja Kategori Pelanggaran dan Sanksi
5 hari
6 – 10 hari
11 – 15 hari
16 – 20 hari
21 – 25 hari
26 – 30 hari
31 – 35 hari
41 – 45 hari
> 45 hari
Ringan
Ringan
Ringan
Sedang
Sedang
Sedang
Berat
Berat
Berat
Teguran lisan
Teguran tertulis
Pernyataan tidak puas secara tertulis
Penundaan gaji berkala 1 tahun
Penundaan kenaikan pengkat 1 tahun
Penurunan pangkat satu tingkat selama 1 tahun
Penurunan pangkat satu tingkat selama 3 tahun
Pembebasan dari jabatan
Pemberhentian sebagai PNS
Berikut kutipan sebagain isi PP 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Kewajiban(Pasal 3 ada 17 kewajiban), antara lian:
(angka yang menyatakan ayat berikut ini sesuai nomor angka dalam PP)
1. mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
4. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
Larangan PNS (Pasal 4) antra lain:
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,anggota keluarga, dan masyarakat.
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin (Pasal 7)
Jenis hukuman disiplin ringan
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
Jenis hukuman disiplin sedang
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
Jenis hukuman disiplin berat
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
Wadaslintang, 20 Juli 2010
Aturan yang penting untuk dipahami adalah kewajiban dan sanksi yang diterima atas pelanggaran. Salah satu jenis pelanggaran mengenai disiplin kerja “bolos” tidak masuk kerja dijelaskan bahwa yang dimaksud jumlah hari bolos kerja adalah akumulasi satu tahun.
Selain itu, bolos dalam hitungan jam juga dapat dikenakan sanksi. PNS wajib untuk “masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja” yakni wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja.)
Sanksi pelanggaran masuk kerja secara ringkas sebagai berikut:
Lama bolos Kerja Kategori Pelanggaran dan Sanksi
5 hari
6 – 10 hari
11 – 15 hari
16 – 20 hari
21 – 25 hari
26 – 30 hari
31 – 35 hari
41 – 45 hari
> 45 hari
Ringan
Ringan
Ringan
Sedang
Sedang
Sedang
Berat
Berat
Berat
Teguran lisan
Teguran tertulis
Pernyataan tidak puas secara tertulis
Penundaan gaji berkala 1 tahun
Penundaan kenaikan pengkat 1 tahun
Penurunan pangkat satu tingkat selama 1 tahun
Penurunan pangkat satu tingkat selama 3 tahun
Pembebasan dari jabatan
Pemberhentian sebagai PNS
Berikut kutipan sebagain isi PP 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Kewajiban(Pasal 3 ada 17 kewajiban), antara lian:
(angka yang menyatakan ayat berikut ini sesuai nomor angka dalam PP)
1. mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
4. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
Larangan PNS (Pasal 4) antra lain:
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,anggota keluarga, dan masyarakat.
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin (Pasal 7)
Jenis hukuman disiplin ringan
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
Jenis hukuman disiplin sedang
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
Jenis hukuman disiplin berat
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
Wadaslintang, 20 Juli 2010
Jumat, 16 Juli 2010
Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Komputer merupakan jenis media yang secara virtual dapat menyediakan respon yang segera terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh siswa. Lebih dari itu, komputer memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi sesuai dengan kebutuhan. Perkembangan teknologi yang pesat saat ini telah memungkinkan komputer memuat dan menayangkan beragam bentuk media di dalamnya. Dalam hal ini Heinich, Molenda, & Russel (1996: 228) mengemukakan bahwa : “…It has ability to control and integrate a wide variety of media – still pictures, graphics and moving images, as well as printed information. The computer can also record, analyze, and react to student responses that are typed on a keyboard or selected with a mouse“.
Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Saat ini teknologi komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana komputasi dan pengolahan kata (word processor) tetapi juga sebagai sarana belajar multi media yang memungkinkan peserta didik membuat desain dan rekayasa suatu konsep dan ilmu pengetahuan. Sajian multimedia berbasis komputer dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai sarana untuk menampilkan dan merekayasa teks, grafik, dan suara dalam sebuah tampilan yang terintegrasi. Dengan tampilan yang dapat mengkombinasikan berbagai unsur penyampaian informasi dan pesan, komputer dapat dirancang dan digunakan sebagai media teknologi yang efektif untuk mempelajari dan mengajarkan materi pembelajaran yang relevan misalnya rancangan grafis dan animasi.
Multimedia berbasis komputer dapat pula dimanfaatkan sebagai sarana dalam melakukan simulasi untuk melatih keterampilan dan kompetensi tertentu. Misalnya, penggunaan simulator kokpit pesawat terbang yang memungkinkan peserta didik dalam akademi penerbangan dapat berlatih tanpa menghadapi risiko jatuh. Contoh lain dari penggunaan multimedia berbasis komputer adalah tampilan multimedia dalam bentuk animasi yang memungkinkan mahasiswa pada jurusan eksakta, biologi, kimia, dan fisika melakukan percobaan tanpa harus berada di laboratorium.
Perkembangan teknologi komputer saat ini telah membentuk suatu jaringan (network) yang dapat memberi kemungkinan bagi siswa untuk berinteraksi dengan sumber belajar secara luas. Jaringan komputer berupa internet dan web telah membuka akses bagi setiap orang untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan terkini dalam bidang akademik tertentu. Diskusi dan interaksi keilmuan dapat terselenggara melalui tersedianya fasilitas internet dan web di sekolah.
Penggunaan internet dan web tidak hanya dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kegiatan akademik siswa tapi juga bagi guru. Internet dan web dapat memberi kemungkinan bagi guru untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan dalam mata pelajaran yang menjadi bidang ampuannya. Melalui penggunaan internet dan web, guru akan selalu siap mengajarkan ilmu pengetahuan yang mutakhir kepada siswa. Hal ini tentu saja menuntut kemampuan guru itu sendiri untuk selalu giat mengakses website dalam bidang yang menjadi keahliannya. Hal ini sejalan dengan definisi Pannen (2003) mengenai media dan teknologi pembelajaran di sekolah dalam arti luas yang mencakup perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan sumberdaya manusia (humanware) yang dapat digunakan untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.
Media dalam pembelajaran memiliki fungsi sebagai alat bantu untuk memperjelas pesan yang disampaikan guru. Media juga berfungsi untuk pembelajaran individual dimana kedudukan media sepenuhnya melayani kebutuhan belajar siswa (pola bermedia). Beberapa bentuk penggunaan komputer media yang dapat digunakan dalam pembelajaran meliputi:
1. Penggunaan Multimedia Presentasi.
Multimedia presentasi digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoretis, digunakan dalam pembelajaran klasikal dengan group belajar yang cukup banyak di atas 50 orang. Media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia projector yang memiliki jangkauan pancar cukup besar. Kelebihan media ini adalah menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar siswa. Program ini dapat mengakomodasi siswa yang memiliki tipe visual, auditif maupun kinestetik. Hal ini didukung oleh teknologi perangkat keras yang berkembang cukup lama, telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kegiatan presentasi. Saat ini teknologi pada bidang rekayasa komputer menggantikan peranan alat presentasi pada masa sebelumnya. Penggunaan perangkat lunak perancang presentasi seperti Microsoft power point yang dikembangkan oleh Microsoft inc” Corel presentation yang dikembangkan oleh Coral inc” hingga perkembangan terbaru perangkat lunak yang dikembangkan Macromedia inc, yang mengembangkan banyak sekali jenis perangkat lunak untuk mendukung kepentingan tersebut.
Berbagai perangkat lunak yang memungkinkan presentasi dikemas dalam bentuk multimedia yang dinamis dan sangat menarik. Perkembangan perangkat lunak tersebut didukung oleh perkembangan sejumlah perangkat keras penunjangnya. Salah satu produk yang paling banyak memberikan pengaruh dalam penyajian bahan presentasi digital saat ini adalah perkembangan monitor, kartu video, kartu audio serta perkembangan proyektor digital (digital image projector) yang memungkinkan bahan presentasi dapat disajikan secara digital untuk bermacam-macam kepentingan dalam berbagai kondisi dan situasi, serta ukuran ruang dan berbagai karakteristik audience. Tentu saja hal ini menyebabkan perubahan besar pada trend metode presentasi saat ini, dan dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Pengolahan bahan presentasi dengan menggunakan komputer tidak hanya untuk dipresentasikan dengan menggunakan alat presentasi digital dalam bentuk Multimedia projector (seperti LCD, In-Focus dan sejenisnya), melainkan juga dapat dipresentasikan melalui peralatan proyeksi lainnya, seperti over head projector (OHP) dan film slides projector yang sudah lebih dahulu diproduksi. Sehingga lembaga atau instansi yang belum memiliki perangkat alat presentasi digital akan tetapi telah memiliki kedua alat tersebut, dapat memanfaatkan pengolahan bahan presentasi melalui komputer secara maksimal. Dalam sudut pandang proses pembelajaran, presentasi merupakan salah satu metode pernbelajaran. Penggunaannya yang menempati frekuensi paling tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Berbagai alat yang dikembangkan, telah memberikan pengaruh yang sangat basar bukan hanya pada pengembangan kegiatan praktis dalam kegiatan presentasi pembelajaran akan tetapi juga pada teori-teori yang mendasarinya. Perkembangan terakhir pada bidang presentasi dengan alat bantu komputer telah menyebabkan perubahan tuntutan penyelenggaraan pembelajaran. Di antaranya tuntutan terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan para guru dalam mengolah bahan-bahan pembelajaran ke dalam media presentasi yang berbasis komputer.
2. CD Multimedia Interaktif
CD interaktif dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah sebab cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa terutama komputer. Terdapat dua istilah dalam perkembangan CD interaktif ini yaitu Computer Based Instructuion (CBI) dan Computer Assisted Instructuion (CAI) Sifat media ini selain interaktif juga bersifat multi media terdapat unsur-unsur media secara lengkap yang meliputi sound, animasi, video, teks dan grafis. Beberapa model multimedia interaktif di antaranya:
* Model Drill: Model drills dalam CBI pada dasarnya merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.
* Model Tutorial: Program CBI tutorial dalam merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi pelajaran. Metode Tutorial dalam CAI pola dasarnya mengikuti pengajaran Berprograma tipe Branching yaitu informasi/mata pelajaran disajikan dalam unit – unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan. Respon siswa dianalisis oleh komputer (Diperbandingkan dengan jawaban yang diintegrasikan oleh penulis program) dan umpan baliknya yang benar diberikan. (Nana Sudjana & Ahmad Rivai:139). Program ini juga menuntut siswa untuk mengaplikasikan ide dan pengetahuan yang dimilikinya secara langsung dalam kegiatan pembelajaran.
* Model Simulasi: Model simulasi dalam CBI pada dasarnya merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.
* Model Games: Model permainan ini dikembangkan berdasarkan atas “pembelajaran menyenangkan”, di mana peserta didik akan dihadapkan pada beberapa petunjuk dan aturan permainan. Dalam konteks pembelajaran sering disebut dengan Instructional Games (Eleanor.L Criswell, 1989: 20)
Pada umumnya tipe penyajian yang banyak digunakan adalah “tutorial”. Tutorial ini membimbing siswa secara tuntas menguasai materi dengan cepat dan menarik. Setiap siswa cenderung memiliki perbedaan penguasaan materi tergantung dari kemampuan yang dimilikinya. Penggunaan tutorial melalui CD interaktif lebih efektif untuk mengajarkan penguasaan Software kepada siswa dibandingkan dengan mengajarkan hardware. Misalnya tutorial Microsoft Office Word, Access, Excel, dan Power Point. Kelebihan lain dari CD interaktif ini adalah siswa dapat belajar secara mandiri, tidak harus tergantung kepada guru/instruktur. Siswa dapat memulai belajar kapan saja dan dapat mengakhiri sesuai dengan keinginannya. Selain itu, materi-materi yang diajarkan dalam CD tersebut dapat langsung dipraktekkan oleh siswa terhadap siftware tersebut. Terdapat juga fungsi repeat, bermanfaat untuk mengulangi materi secara berulang-ulang untuk penguasaan secara menyeluruh.
3. Video Pembelajaran.
Selain CD interaktif, video termasuk media yang dapat digunakan untuk pembelajaran di SD. Video ini bersifat interaktif-tutorial membimbing siswa untuk memahami sebuah materi melalui visualisasi. Siswa juga dapat secara interaktif mengikuti kegiatan praktek sesuai yang diajarkan dalam video. Penggunaan CD interaktif di SD cocok untuk mengajarkan suatu proses. Misalnya cara penyerbukan pada tumbukan, teknik okulasi, pembelahan sel, proses respirasi dan lain-lain.
4. Internet
Internet, singkatan dari interconection and networking, adalah jaringan informasi global, yaitu,“the largest global network of computers, that enables people throughout the world to connect with each other¨. Internet diluncurkan pertama kali oleh J.C.R. Licklider dari MIT (Massachusetts Institute Technology) pada bulan Agustus 1962.
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran mengkondisikan siswa untuk belajar secara mandiri. “Through independent study, students become doers, as well as thinkers” (Cobine, 1997). Para siswa dapat mengakses secara online dari berbagai perpustakaan, museum, database, dan mendapatkan sumber primer tentang berbagai peristiwa sejarah, biografi, rekaman, laporan, data statistik, (Gordin et. al., 1995). Informasi yang diberikan server-computers itu dapat berasal dari commercial businesses (.com), goverment services (.gov), nonprofit organizations (.org), educational institutions (.edu), atau artistic and cultural groups (.arts)
Siswa dapat berperan sebagai seorang peneliti, menjadi seorang analis, tidak hanya konsumen informasi saja. Mereka menganalisis informasi yang relevan dengan pembelajaran dan melakukan pencarian yang sesuai dengan kehidupan nyatanya (real life). Siswa dan guru tidak perlu hadir secara fisik di kelas (classroom meeting), karena siswa dapat mempelajari bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran serta ujian dengan cara mengakses jaringan komputer yang telah ditetapkan secara online. Siswa dapat belajar bekerjasama (collaborative) satu sama lain. Mereka dapat saling berkirim e-mail (electronic mail) untuk mendiskusikan bahan ajar. Selain mengerjakan tugas-tugas pembelajaran dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru siswa dapat berkomunikasi dengan teman sekelasnya.
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
1. Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan ke semua penjuru tanah air dan kapasitas daya tampung yang tidak terbatas karena tidak memerlukan ruang kelas.
2. Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka biasa.
3. Pembelajaran dapat memilih topik atau bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing.
4. Lama waktu belajar juga tergantung pada kemampuan masing-masing pembelajar/siswa.
5. Adanya keakuratan dan kekinian materi pembelajaran.
6. Pembelajaran dapat dilakukan secara interaktif, sehingga menarik pembelajar/siswa; dan memungkinkan pihak berkepentingan (orang tua siswa maupun guru) dapat turut serta menyukseskan proses pembelajaran, dengan cara mengecek tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara on-line.
Perkembangan/kemajuan teknologi internet yang sangat pesat dan merambah ke seluruh penjuru dunia telah dimanfaatkan oleh berbagai negara, institusi, dan ahli untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk pendidikan/pembelajaran. Berbagai percobaan untuk mengembangkan perangkat lunak (program aplikasi) yang dapat menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan/pembelajaran terus dilakukan. Perangkat lunak yang telah dihasilkan akan memungkinkan para pengembang pembelajaran (instructional developers) bekerjasama dengan ahli materi (content specialists) mengemas materi pembelajaran elektronik (online learning material). Pembelajaran melalui internet di Sekolah Dasar dapat diberikan dalam beberapa format (Wulf, 1996), di antaranya adalah: (1) Electronic mail (delivery of course materials, sending in assignments, getting and giving feedback, using a course listserv., i.e., electronic discussion group, (2) Bulletin boards/newsgroups for discussion of special group, (3) Downloading of course materials or tutorials, (4) Interactive tutorials on the Web, dan (5) Real time, interactive conferencing using MOO (Multiuser Object Oriented) systems or Internet Relay Chat.
Setelah bahan pembelajaran elektronik dikemas dan dimasukkan ke dalam jaringan sehingga dapat diakses melalui internet, maka kegiatan berikutnya yang perlu dilakukan adalah mensosialisasikan ketersediaan program pembelajaran tersebut agar dapat diketahui oleh masyarakat luas khususnya para calon peserta didik. Para guru juga perlu diberikan pelatihan agar mereka mampu mengelola dengan baik penyelenggaraan kegiatan pembelajaran melalui intenet. Karakteristik/potensi internet sebagaimana yang telah diuraikan di atas tentunya masih dapat diperkaya lagi dengan yang lainnya. Namun, setidak-tidaknya ketiga karakteristik/potensi internet tersebut dipandang sudah memadai sebagai dasar pertimbangan untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran melalui internet.
Media Pembelajaran Berbasis Komputer
Saat ini teknologi komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana komputasi dan pengolahan kata (word processor) tetapi juga sebagai sarana belajar multi media yang memungkinkan peserta didik membuat desain dan rekayasa suatu konsep dan ilmu pengetahuan. Sajian multimedia berbasis komputer dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai sarana untuk menampilkan dan merekayasa teks, grafik, dan suara dalam sebuah tampilan yang terintegrasi. Dengan tampilan yang dapat mengkombinasikan berbagai unsur penyampaian informasi dan pesan, komputer dapat dirancang dan digunakan sebagai media teknologi yang efektif untuk mempelajari dan mengajarkan materi pembelajaran yang relevan misalnya rancangan grafis dan animasi.
Multimedia berbasis komputer dapat pula dimanfaatkan sebagai sarana dalam melakukan simulasi untuk melatih keterampilan dan kompetensi tertentu. Misalnya, penggunaan simulator kokpit pesawat terbang yang memungkinkan peserta didik dalam akademi penerbangan dapat berlatih tanpa menghadapi risiko jatuh. Contoh lain dari penggunaan multimedia berbasis komputer adalah tampilan multimedia dalam bentuk animasi yang memungkinkan mahasiswa pada jurusan eksakta, biologi, kimia, dan fisika melakukan percobaan tanpa harus berada di laboratorium.
Perkembangan teknologi komputer saat ini telah membentuk suatu jaringan (network) yang dapat memberi kemungkinan bagi siswa untuk berinteraksi dengan sumber belajar secara luas. Jaringan komputer berupa internet dan web telah membuka akses bagi setiap orang untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan terkini dalam bidang akademik tertentu. Diskusi dan interaksi keilmuan dapat terselenggara melalui tersedianya fasilitas internet dan web di sekolah.
Penggunaan internet dan web tidak hanya dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap kegiatan akademik siswa tapi juga bagi guru. Internet dan web dapat memberi kemungkinan bagi guru untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan dalam mata pelajaran yang menjadi bidang ampuannya. Melalui penggunaan internet dan web, guru akan selalu siap mengajarkan ilmu pengetahuan yang mutakhir kepada siswa. Hal ini tentu saja menuntut kemampuan guru itu sendiri untuk selalu giat mengakses website dalam bidang yang menjadi keahliannya. Hal ini sejalan dengan definisi Pannen (2003) mengenai media dan teknologi pembelajaran di sekolah dalam arti luas yang mencakup perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan sumberdaya manusia (humanware) yang dapat digunakan untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.
Media dalam pembelajaran memiliki fungsi sebagai alat bantu untuk memperjelas pesan yang disampaikan guru. Media juga berfungsi untuk pembelajaran individual dimana kedudukan media sepenuhnya melayani kebutuhan belajar siswa (pola bermedia). Beberapa bentuk penggunaan komputer media yang dapat digunakan dalam pembelajaran meliputi:
1. Penggunaan Multimedia Presentasi.
Multimedia presentasi digunakan untuk menjelaskan materi-materi yang sifatnya teoretis, digunakan dalam pembelajaran klasikal dengan group belajar yang cukup banyak di atas 50 orang. Media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia projector yang memiliki jangkauan pancar cukup besar. Kelebihan media ini adalah menggabungkan semua unsur media seperti teks, video, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu kesatuan penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar siswa. Program ini dapat mengakomodasi siswa yang memiliki tipe visual, auditif maupun kinestetik. Hal ini didukung oleh teknologi perangkat keras yang berkembang cukup lama, telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kegiatan presentasi. Saat ini teknologi pada bidang rekayasa komputer menggantikan peranan alat presentasi pada masa sebelumnya. Penggunaan perangkat lunak perancang presentasi seperti Microsoft power point yang dikembangkan oleh Microsoft inc” Corel presentation yang dikembangkan oleh Coral inc” hingga perkembangan terbaru perangkat lunak yang dikembangkan Macromedia inc, yang mengembangkan banyak sekali jenis perangkat lunak untuk mendukung kepentingan tersebut.
Berbagai perangkat lunak yang memungkinkan presentasi dikemas dalam bentuk multimedia yang dinamis dan sangat menarik. Perkembangan perangkat lunak tersebut didukung oleh perkembangan sejumlah perangkat keras penunjangnya. Salah satu produk yang paling banyak memberikan pengaruh dalam penyajian bahan presentasi digital saat ini adalah perkembangan monitor, kartu video, kartu audio serta perkembangan proyektor digital (digital image projector) yang memungkinkan bahan presentasi dapat disajikan secara digital untuk bermacam-macam kepentingan dalam berbagai kondisi dan situasi, serta ukuran ruang dan berbagai karakteristik audience. Tentu saja hal ini menyebabkan perubahan besar pada trend metode presentasi saat ini, dan dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Pengolahan bahan presentasi dengan menggunakan komputer tidak hanya untuk dipresentasikan dengan menggunakan alat presentasi digital dalam bentuk Multimedia projector (seperti LCD, In-Focus dan sejenisnya), melainkan juga dapat dipresentasikan melalui peralatan proyeksi lainnya, seperti over head projector (OHP) dan film slides projector yang sudah lebih dahulu diproduksi. Sehingga lembaga atau instansi yang belum memiliki perangkat alat presentasi digital akan tetapi telah memiliki kedua alat tersebut, dapat memanfaatkan pengolahan bahan presentasi melalui komputer secara maksimal. Dalam sudut pandang proses pembelajaran, presentasi merupakan salah satu metode pernbelajaran. Penggunaannya yang menempati frekuensi paling tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Berbagai alat yang dikembangkan, telah memberikan pengaruh yang sangat basar bukan hanya pada pengembangan kegiatan praktis dalam kegiatan presentasi pembelajaran akan tetapi juga pada teori-teori yang mendasarinya. Perkembangan terakhir pada bidang presentasi dengan alat bantu komputer telah menyebabkan perubahan tuntutan penyelenggaraan pembelajaran. Di antaranya tuntutan terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan para guru dalam mengolah bahan-bahan pembelajaran ke dalam media presentasi yang berbasis komputer.
2. CD Multimedia Interaktif
CD interaktif dapat digunakan pada pembelajaran di sekolah sebab cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa terutama komputer. Terdapat dua istilah dalam perkembangan CD interaktif ini yaitu Computer Based Instructuion (CBI) dan Computer Assisted Instructuion (CAI) Sifat media ini selain interaktif juga bersifat multi media terdapat unsur-unsur media secara lengkap yang meliputi sound, animasi, video, teks dan grafis. Beberapa model multimedia interaktif di antaranya:
* Model Drill: Model drills dalam CBI pada dasarnya merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.
* Model Tutorial: Program CBI tutorial dalam merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi pelajaran. Metode Tutorial dalam CAI pola dasarnya mengikuti pengajaran Berprograma tipe Branching yaitu informasi/mata pelajaran disajikan dalam unit – unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan. Respon siswa dianalisis oleh komputer (Diperbandingkan dengan jawaban yang diintegrasikan oleh penulis program) dan umpan baliknya yang benar diberikan. (Nana Sudjana & Ahmad Rivai:139). Program ini juga menuntut siswa untuk mengaplikasikan ide dan pengetahuan yang dimilikinya secara langsung dalam kegiatan pembelajaran.
* Model Simulasi: Model simulasi dalam CBI pada dasarnya merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.
* Model Games: Model permainan ini dikembangkan berdasarkan atas “pembelajaran menyenangkan”, di mana peserta didik akan dihadapkan pada beberapa petunjuk dan aturan permainan. Dalam konteks pembelajaran sering disebut dengan Instructional Games (Eleanor.L Criswell, 1989: 20)
Pada umumnya tipe penyajian yang banyak digunakan adalah “tutorial”. Tutorial ini membimbing siswa secara tuntas menguasai materi dengan cepat dan menarik. Setiap siswa cenderung memiliki perbedaan penguasaan materi tergantung dari kemampuan yang dimilikinya. Penggunaan tutorial melalui CD interaktif lebih efektif untuk mengajarkan penguasaan Software kepada siswa dibandingkan dengan mengajarkan hardware. Misalnya tutorial Microsoft Office Word, Access, Excel, dan Power Point. Kelebihan lain dari CD interaktif ini adalah siswa dapat belajar secara mandiri, tidak harus tergantung kepada guru/instruktur. Siswa dapat memulai belajar kapan saja dan dapat mengakhiri sesuai dengan keinginannya. Selain itu, materi-materi yang diajarkan dalam CD tersebut dapat langsung dipraktekkan oleh siswa terhadap siftware tersebut. Terdapat juga fungsi repeat, bermanfaat untuk mengulangi materi secara berulang-ulang untuk penguasaan secara menyeluruh.
3. Video Pembelajaran.
Selain CD interaktif, video termasuk media yang dapat digunakan untuk pembelajaran di SD. Video ini bersifat interaktif-tutorial membimbing siswa untuk memahami sebuah materi melalui visualisasi. Siswa juga dapat secara interaktif mengikuti kegiatan praktek sesuai yang diajarkan dalam video. Penggunaan CD interaktif di SD cocok untuk mengajarkan suatu proses. Misalnya cara penyerbukan pada tumbukan, teknik okulasi, pembelahan sel, proses respirasi dan lain-lain.
4. Internet
Internet, singkatan dari interconection and networking, adalah jaringan informasi global, yaitu,“the largest global network of computers, that enables people throughout the world to connect with each other¨. Internet diluncurkan pertama kali oleh J.C.R. Licklider dari MIT (Massachusetts Institute Technology) pada bulan Agustus 1962.
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran mengkondisikan siswa untuk belajar secara mandiri. “Through independent study, students become doers, as well as thinkers” (Cobine, 1997). Para siswa dapat mengakses secara online dari berbagai perpustakaan, museum, database, dan mendapatkan sumber primer tentang berbagai peristiwa sejarah, biografi, rekaman, laporan, data statistik, (Gordin et. al., 1995). Informasi yang diberikan server-computers itu dapat berasal dari commercial businesses (.com), goverment services (.gov), nonprofit organizations (.org), educational institutions (.edu), atau artistic and cultural groups (.arts)
Siswa dapat berperan sebagai seorang peneliti, menjadi seorang analis, tidak hanya konsumen informasi saja. Mereka menganalisis informasi yang relevan dengan pembelajaran dan melakukan pencarian yang sesuai dengan kehidupan nyatanya (real life). Siswa dan guru tidak perlu hadir secara fisik di kelas (classroom meeting), karena siswa dapat mempelajari bahan ajar dan mengerjakan tugas-tugas pembelajaran serta ujian dengan cara mengakses jaringan komputer yang telah ditetapkan secara online. Siswa dapat belajar bekerjasama (collaborative) satu sama lain. Mereka dapat saling berkirim e-mail (electronic mail) untuk mendiskusikan bahan ajar. Selain mengerjakan tugas-tugas pembelajaran dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru siswa dapat berkomunikasi dengan teman sekelasnya.
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
1. Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan ke semua penjuru tanah air dan kapasitas daya tampung yang tidak terbatas karena tidak memerlukan ruang kelas.
2. Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka biasa.
3. Pembelajaran dapat memilih topik atau bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing.
4. Lama waktu belajar juga tergantung pada kemampuan masing-masing pembelajar/siswa.
5. Adanya keakuratan dan kekinian materi pembelajaran.
6. Pembelajaran dapat dilakukan secara interaktif, sehingga menarik pembelajar/siswa; dan memungkinkan pihak berkepentingan (orang tua siswa maupun guru) dapat turut serta menyukseskan proses pembelajaran, dengan cara mengecek tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara on-line.
Perkembangan/kemajuan teknologi internet yang sangat pesat dan merambah ke seluruh penjuru dunia telah dimanfaatkan oleh berbagai negara, institusi, dan ahli untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya untuk pendidikan/pembelajaran. Berbagai percobaan untuk mengembangkan perangkat lunak (program aplikasi) yang dapat menunjang upaya peningkatan mutu pendidikan/pembelajaran terus dilakukan. Perangkat lunak yang telah dihasilkan akan memungkinkan para pengembang pembelajaran (instructional developers) bekerjasama dengan ahli materi (content specialists) mengemas materi pembelajaran elektronik (online learning material). Pembelajaran melalui internet di Sekolah Dasar dapat diberikan dalam beberapa format (Wulf, 1996), di antaranya adalah: (1) Electronic mail (delivery of course materials, sending in assignments, getting and giving feedback, using a course listserv., i.e., electronic discussion group, (2) Bulletin boards/newsgroups for discussion of special group, (3) Downloading of course materials or tutorials, (4) Interactive tutorials on the Web, dan (5) Real time, interactive conferencing using MOO (Multiuser Object Oriented) systems or Internet Relay Chat.
Setelah bahan pembelajaran elektronik dikemas dan dimasukkan ke dalam jaringan sehingga dapat diakses melalui internet, maka kegiatan berikutnya yang perlu dilakukan adalah mensosialisasikan ketersediaan program pembelajaran tersebut agar dapat diketahui oleh masyarakat luas khususnya para calon peserta didik. Para guru juga perlu diberikan pelatihan agar mereka mampu mengelola dengan baik penyelenggaraan kegiatan pembelajaran melalui intenet. Karakteristik/potensi internet sebagaimana yang telah diuraikan di atas tentunya masih dapat diperkaya lagi dengan yang lainnya. Namun, setidak-tidaknya ketiga karakteristik/potensi internet tersebut dipandang sudah memadai sebagai dasar pertimbangan untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran melalui internet.
Langganan:
Postingan (Atom)